Sukses

Ahok: Jangan-Jangan Pengusaha Mau Tusuk Saya dari Belakang

Ahok tidak menyangka para pengusaha rela menyuap anggota DPRD DKI untuk mengatur peraturan soal reklamasi.

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Ahok tidak menyangka para pengusaha rela menyuap anggota DPRD DKI untuk mengatur peraturan soal reklamasi. Padahal, selama bertemu dengannya tidak ada yang protes.

Pemilik nama Basuki Tjahaja Purnama itu curiga ada niat buruk di balik sikap baik pengusaha. Ahok menduga pengusaha sengaja ingin mengkhianatinya.

"Saya marah betul kok depan saya iya, iya, iya, kalau ini jangan-jangan mau menusuk saya dari belakang," ujar Ahok saat menjadi saksi di persidangan Tipikor dengan terdakwa Muhammad Sanusi, Jakarta, Senin (5/9/2016).

Ahok memang menggelar pertemuan dengan para pengembang reklamasi untuk membicarakan kontribusi tambahan yang harus dibayar pengusaha. Dalam pertemuan itu, pengusaha memang sempat menawarkan nilai kontribusi tambahan kepada Ahok.

"Saya bikin ketemu resmi. Saya sampaikan di situ mereka tawarkan Rp 1-2 juta untuk kontribusi tambahan," kata dia.

Namun, Ahok menolak tawaran itu. Kontribusi tambahan sebagai bagian dari kewajiban pengembang reklamasi akan ditentukan kemudian melalui penghitungan tertentu.

"Saya katakan, untuk kontribusi tambahan nanti akan kita hitung kita kaji. Akhirnya ketemu angka 15 persen NJOP," Ahok memungkasi.

Dakwaan Sanusi

Jaksa mendakwa Sanusi menerima suap Rp 2 miliar dari Ariesman Widjaja melalui asisten Ariesman, Trinanda Prihantoro. Diduga suap Rp 2 miliar itu ditujukan dengan maksud Sanusi selaku anggota DPRD DKI dan Ketua Komisi D DPRD DKI 2014-2019 dapat membantu percepatan pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).

Suap juga dimaksudkan agar Sanusi mengakomodir pasal-pasal sesuai keinginan Ariesman selaku Presdir PT APL dan Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudra (MSW). Tujuannya, agar PT MSW mempunyai legalitas untuk melaksanakan pembangunan di Pulau G kawasan Reklamasi Pantura Jakarta.

Atas perbuatan itu, Sanusi yang juga adik kandung Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik tersebut didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.‎

Selain itu, Jaksa juga mendakwa Sanusi dengan pencucian uang.‎ ‎Sanusi didakwa melakukan pencucian uang dengan membelanjakan atau membayarkan uang senilai Rp 45.287.833.733 (Rp 45 miliar lebih) untuk pembelian aset berupa tanah dan bangunan serta kendaraan bermotor. Tak cuma itu, Sanusi juga menyimpan uang US$ 10 ribu dalam brankas di lantai 1 rumahnya di Jalan Saidi I Nomor 23, Kelurahan Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Uang senilai Rp 45 miliar lebih itu didapat Sanusi dari‎ para rekanan Dinas Tata Air Pemerintah Provinsi DKI Jakarta‎ yang merupakan mitra kerja Komisi D DPRD DKI. Para rekanan Dinas Tata Air Pemprov DKI itu dimintai uang Sanusi terkait pelaksanaan proyek pekerjaan antara tahun 2012 sampai 2015.

Atas perbuatannya, Jaksa mendakwa Sanusi dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.