Sukses

Ahok: Jokowi Minta Saya Kenalan dengan Pengembang Reklamasi

Ahok mengungkapkan pertemuannya dengan para pengusaha yang mendapat izin reklamasi merupakan perintah Jokowi.

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Ahok mengungkapkan pertemuannya dengan para pengusaha yang mendapat izin reklamasi merupakan perintah Joko Widodo atau Jokowi. Saat itu Jokowi masih menjabat sebagai gubernur dan Ahok wakilnya.

Mulanya, Ahok menyampaikan kepada Jokowi, Pemprov DKI punya celah untuk mendapatkan dana guna mengatasi banjir. Caranya dengan mengumpulkan dana dari kontribusi tambahan atas reklamasi yang dilakukan para pengusaha.

"Saya lapor ke Pak Jokowi ini ada kontribusi tambahan triliunan untuk selesaikan masalah Jakarta. Kemudian Pak Jokowi minta saya kenalan dengan pengusaha walaupun saya sudah kenal," ungkap Ahok saat menjadi saksi kasus suap reklamasi dengan terdakwa M Sanusi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (5/9/2016).

Akhirnya, sambung dia, pertemuan berhasil dilakukan di kawasan Pantai Mutiara, Pluit. Dalam pertemuan itu, mereka memang meminta perpanjangan izin pelaksanaan reklamasi.

Ahok kemudian mengajukan syarat membayar kontribusi tambahan sebagai syarat perpanjangan izin pelaksanaan. Para pengusaha menawarkan tanah Rp 1-2 juta per meter kepada Pemprov DKI Jakarta.

"Itu yang saya tolak. Kalau begitu nanti saya ditanya kenapa tidak ambil Rp 3 juta. Makanya saya mau ada sistem," imbuh pemilik nama Basuki Tjahaja Purnama ini.

Rencana perumusan angka kontribusi tambahan itu juga disetujui oleh para pengusaha. Karena mereka sudah setuju, Ahok menawarkan pengusaha untuk membayar lebih dulu kontribusi tambahan itu.

"Kalian bantu saya bayar dulu kami mau pindahkan orang tangani banjir. 2013 awal setelah peristiwa banjir. Kalau swasta sambil uruk reklamasi sudah kita minta bayar tapi BUMD tidak kita tarik tunggu selesai bangun baru kita tarik. Toh 15 persen NJOP juga," Ahok memungkas.

Dakwaan Sanusi

Jaksa mendakwa Sanusi menerima suap Rp 2 miliar dari Ariesman Widjaja melalui asisten Ariesman, Trinanda Prihantoro. Diduga suap Rp 2 miliar itu ditujukan dengan maksud, Sanusi selaku anggota DPRD DKI dan Ketua Komisi D DPRD DKI 2014-2019 dapat membantu percepatan pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).

Suap juga dimaksudkan agar Sanusi mengakomodir pasal-pasal sesuai keinginan Ariesman selaku Presdir PT APL dan Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudra (MSW). Tujuannya, agar PT MSW mempunyai legalitas untuk melaksanakan pembangunan di Pulau G kawasan Reklamasi Pantura Jakarta.

Atas perbuatan itu, Sanusi yang juga adik kandung Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik tersebut didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.‎

Selain itu, Jaksa juga mendakwa Sanusi dengan pencucian uang.‎ ‎Sanusi didakwa melakukan pencucian uang dengan membelanjakan atau membayarkan uang senilai Rp 45.287.833.733 (Rp 45 miliar lebih) untuk pembelian aset berupa tanah dan bangunan serta kendaraan bermotor. Tak cuma itu, Sanusi juga menyimpan uang US$ 10 ribu dalam brankas di lantai 1 rumahnya di Jalan Saidi I Nomor 23, Kelurahan Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Uang senilai Rp 45 miliar lebih itu didapat Sanusi dari‎ para rekanan Dinas Tata Air Pemerintah Provinsi DKI Jakarta‎ yang merupakan mitra kerja Komisi D DPRD DKI. Para rekanan Dinas Tata Air Pemprov DKI itu dimintai uang Sanusi terkait pelaksanaan proyek pekerjaan antara tahun 2012 sampai 2015.

Atas perbuatannya, Jaksa mendakwa Sanusi dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.