Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), menjadi saksi dalam kasus suap terkait pembahasan raperda reklamasi dengan terdakwa M Sanusi. Pada sidang tersebut Ahok berkali-kali mengkritik pertanyaan pengacara M Sanusi, Maqdir Ismail.
Salah satunya tentang penentuan angka 15 persen pada kontribusi tambahan. Penasihat hukum menilai angka itu hanyalah persepsi dan mempertanyakan kenapa harus 15 persen, tidak yang lain.
Menurut Ahok, pertanyaan tersebut seharusnya tidak ditanyakan kepadanya.
Advertisement
"15 Persen saja dihilangkan kok. Apalagi minta 30 persen. Kami pemda sih maunya ya sebanyaknya. Wong untuk DKI ini," kata Ahok dengan nada tinggi, di Pengadilan Tipikor, di Jakarta, Senin (5/9/2016).
Lalu, Maqdir kembali mengajukan pertanyaan tentang raperda tersebut. Namun, sebelum menyelesaikan kalimat, Ahok memotongnya. Dia mengaku heran dengan sikap balegda, M Sanusi dan pengacara.
"Saya justru mau menanyakan kenapa yang namanya badan legislasi ngotot membela pengembang, pengusaha. Sementara pengembang menyatakan setuju kok dan membuat perjanjian dengan saya," tukas Ahok.
Tak hanya itu, mantan Bupati Belitung Timur tersebut juga mengajukan keberatan atas pertanyaan pengacara yang terlalu teknis. Sebab, lanjut dia, bukan kapasitasnya sebagai seorang gubernur mengurusi hal-hal teknis.
Beberapa kali dipotong, Maqdir pun naik darah. Dia menilai Ahok tidak menghormati persidangan. Dia pun meminta majelis hakim memperingatkan Ahok.
"Majelis, walaupun saksi adalah Gubernur DKI Jakarta. Tapi sikap saksi tidak menghormati persidangan," ujar Maqdir.
Hakim ketua pun menengahi keduanya. "Saudara saksi, ini kan penasihat hukum tidak tahu soal pemerintahan. Jadi penasihat hukum bertanya. Tapi gubernur tidak mengurusi detail. Jadi silakan saudara penasihat hukum melanjutkan pertanyaannya," kata hakim.