Sukses

Ahok: Tanpa Raperda, Pengembang Tak Bisa Reklamasi Pulau

Dari pertemuan antara Ahok dengan sejumlah perwakilan perusahana pengembang, tak ada keberatan atas besaran tambahan kontribusi 15 persen.

Liputan6.com, Jakarta Keberadaan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP) sangat penting. Menurut Gubernur DKI jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Raperda RTRKSP itu akan menjadi payung hukum Pemerintah Provinsi DKI untuk mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi perusahaan pengembang melakukan pembangunan pulau reklamasi.

Demikian dikatakan Gubernur DKI Jakarta yang karib disapa Ahok saat menjadi saksi di sidang lanjutan terdakwa Mohamad Sanusi dalam kasus dugaan suap pembahasan Raperda RTRKSP dan pencucian uang.

"Tanpa Raperda, tidak bisa dikeluarkan IMB untuk sebuah pulau yang direklamasikan," ujar Ahok dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (5/9/2016).

Ahok mengatakan, draf Raperda RTRKSP diusulkan ke DPRD pada 23 November 15. Di dalamnya sejumlah hal berkaitan dengan reklamasi pulau diatur. Pun begitu, tambahan kontribusi sebesar 15 persen kali NJOP dari total lahan yang dapat dijual yang dibebankan kepada pengembang turut dituangkan di dalam draf tersebut.

Adapun sejumlah perusahaan pengembang yang telah mendapat izin prinsip dan izin pelaksanaan reklamasi di antaranya PT Kapuk Naga Indah yang merupakan anak perusahaan PT Agung Sedayu Group dan PT Muara Wisesa Samudera, anak perusahaan PT Agung Podomoro Land (APL). Dari pertemuan antara Ahok dengan sejumlah perwakilan perusahaan pengembang, tak ada yang keberatan atas besaran tambahan kontribusi 15 persen itu.

"Tidak ada yang berani menyatakan keberatan. Makanya saya kaget ada kasus ini," ujar Ahok.

Seperti diketahui, Jaksa mendakwa Sanusi menerima suap Rp 2 miliar dari Ariesman Widjaja melalui asisten Ariesman, Trinanda Prihantoro. Diduga suap Rp 2 miliar itu ditujukan dengan maksud, Sanusi selaku anggota DPRD DKI dan Ketua Komisi D DPRD DKI 2014-2019 dapat membantu percepatan pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).

Suap juga dimaksudkan agar Sanusi mengakomodasi pasal-pasal sesuai keinginan Ariesman selaku Presdir PT APL dan Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudra (MSW). Tujuannya, agar PT MSW mempunyai legalitas untuk melaksanakan pembangunan di Pulau G kawasan Reklamasi Pantura Jakarta.

Atas perbuatan itu, Sanusi yang juga adik kandung Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik tersebut didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Selain itu, Jaksa juga mendakwa Sanusi dengan pencucian uang. Sanusi didakwa melakukan pencucian uang dengan membelanjakan atau membayarkan uang senilai Rp 45.287.833.733 (Rp 45 miliar lebih) untuk pembelian aset berupa tanah dan bangunan serta kendaraan bermotor. Tak cuma itu, Sanusi juga menyimpan uang US$ 10 ribu dalam brankas di lantai 1 rumahnya di Jalan Saidi I Nomor 23, Kelurahan Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Uang senilai Rp 45 miliar lebih itu didapat Sanusi dari para rekanan Dinas Tata Air Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang merupakan mitra kerja Komisi D DPRD DKI. Para rekanan Dinas Tata Air Pemprov DKI itu dimintai uang Sanusi terkait pelaksanaan proyek pekerjaan antara tahun 2012 sampai 2015.

Atas perbuatannya, Jaksa mendakwa Sanusi dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.