Liputan6.com, Jakarta - Niatan Beng Beng Ong bertolak ke Singapura melalui Bandara Soekarno Hatta pagi itu gagal. Ahli Patologi Forensik dari Universitas Queensland, Australia yang dihadirkan pengacara Jessica Wongso dalam sidang pembunuhan Mirna Salihin itu, diperiksa petugas imigrasi terkait visa yang digunakannya ke Tanah Air.
Profesor dr Beng Beng Ong baru saja selesai memberikan kesaksian dalam sidang Jessica Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Selasa 6 September dinihari pukul 01.15 WIB.
Baca Juga
Beng lalu berencana terbang ke Singapura melalui Bandara Soekarno Hatta. Pada pukul 04.30 WIB, saat hendak melintasi counter Imigrasi, petugas langsung berkoordinasi dengan Imigrasi Jakarta Pusat.
Advertisement
"Kami amankan paspor, dokumen yang bersangkutan untuk kemudian diminta datang ke kantor Imigrasi Jakarta Pusat pada pukul 08.00 WIB. Dan dia berjanji akan datang," ujar Direktur JenderalImigrasi Ronny F Sompie kepada Liputan6.com, Selasa (6/9/2016).
Ronny mengatakan, alasan pihaknya memeriksa Beng Beng karena yang bersangkutan menggunakan visa kunjungan. "Karena beliau hadir dengan visa kunjungan tapi melakukan visa sebagai ahli," kata dia.
"Nanti dalam pemeriksaan kita lihat, apakah ada pelanggaran pidana atau administrasi, nanti kita cek," ujar pensiunan jenderal bintang dua polisi ini.
Menurut Ronny, ada perbedaan antara Beng sebagai saksi dan sebagai ahli. Beng yang pernah menangani kasus di Kosovo dan Bali ini kebetulan kemarin diundang sebagai ahli oleh pengacara Jessica Wongso, Otto Hasibuan.
"Kalau sebagai saksi saja, itu kemungkinan tidak ada fee, tadi malam sempat dipertanyakan jaksa, apa itu masuk dalam kategori yang dikatakan bekerja sebagai tenaga kerja asing," Ronny menjelaskan.
Dia juga menegaskan, Beng Beng Ong tidak ditangkap. "Bukan ditangkap, setelah menahan paspor dan dokumen kami meminta beliau diperiksa di Imigrasi Jakarta Pusat," kata Ronny.
Paspor Disita
Kepala Kantor Imigrasi Klas I Khusus Jakarta Pusat Tato Juliadin Hidayawan mengatakan, petugas awalnya menyita dokumen berupa paspor milik Beng Beng Ong pada Selasa, pukul 04.30 WIB di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta. Beng pun kembali ke hotel.
Tato melanjutkan, pihaknya sudah memantau Beng sejak bersaksi di sidang Jessica, Senin 5 September. Mengingat dia merupakan warga negara Australia yang sengaja dihadirkan sebagai saksi ahli.
Tato mengatakan, ahli patologi menjalani pemeriksaan di Imigrasi Jakpus pada Selasa siang tadi. Dia diperiksa pada pukul 13.00 WIB.
"Yang pasti kita dalami. Pemalsuan enggak ada, jauh dari pemalsuan," kata Tato di kantor Imigrasi Jakarta Pusat, Selasa 6 September 2016.
Pemeriksaan yang dijalani oleh warga negara Australia itu, hanya sebatas dimintai keterangan. Terutama, kegiatan yang dilakukan selama berada di Indonesia.
"Kalau namanya orang asing datang paling mereka berbicara mau ngapain, wisata, atau bagaimana. Saat ditanya petugas imigrasi Soekarno-Hatta yang bersangkutan juga tidak menjelaskan kedatangannya ke sini," jelas Tato.
Pelanggaran Imigrasi
Pihak Imigrasi Jakarta Pusat telah selesai melakukan pemeriksaan terhadap Beng Beng Ong. Ahli patologi forensik dari Fakultas Kedokteran Universitas Queensland, Brisbane, Australia itu terbukti melanggar ketentuan keimigrasian.
"Pemeriksaan telah selesai, terjadi pelanggaran keimigrasian," kata Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny F Sompie saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Selasa (6/9/2016).
Menurut Ronny, atas pelanggaran itu pihaknya akan melakukan tindakan tegas. Yakni dengan mendeportasi Beng Beng Ong ke negara asalnya.
"Bisa menjadi dasar untuk dilakukan deportasi terhadap yang bersangkutan," ucap dia.
Visa Beng Beng Ong muncul di Jessica Wongso. Sidang pun sempat memanas. Sebab, jaksa penuntut mempersoalkan visa ahli Patologi Forensik Australia tersebut.
Peristiwa bermula saat jaksa diberikan kesempatan mengajukan pertanyaan kepada ahli. Alih-alih mempersoalkan materi persidangan, jaksa justru mempertanyakan visa yang digunakan oleh ahli bersaksi di Indonesia.
"Apa maksud kedatangan ahli ke Indonesia," tanya JPU Ardito Muwardi dalam persidangan di PN Jakarta Pusat, Senin kemarin.
"Saya berkomunikasi sama Pak Otto (Pengacara Jessica, Otto Hasibuan) mengenai kasus ini. Saya diberi informasi, setelah mempelajari dan menganalisis, saya beri tahu Pak Otto bahwa saya dapat membantunya," jawab Ong melalui penerjemah yang mendampinginya.
Ardito kemudian menanyakan kapan ahli tiba di Indonesia dan menggunakan visa jenis apa. Pertanyaan tersebut langsung mendapatkan respons keras dari Otto Hasibuan.
"Maaf yang mulia, saya kira pertanyaan keluar konteks," tegas Otto.
Suasana pun memanas. Baik JPU maupun tim pengacara Jessica bersitegang mengenai pertanyaan ini. Para pengunjung yang hadir pun bersorak.
Majelis hakim yang dipimpin Kisworo mencoba menengahi. Majelis meminta agar masing-masing pihak dapat menahan diri. Kisworo pun mempersilakan ahli untuk menjawab pertanyaan JPU.
"Saya sampai Sabtu, tanggal 3 September 2016. Menggunakan visa kunjungan," jawab Ong.
Kematian Mirna Bukan Karena Sianida?
Dalam kesaksiannya di sidang kematian Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Wongso, Ahli Patologi Forensik dari Universitas Queensland, Brisbane, Australia, Profesor dr Beng Beng Ong mengungkapkan analisis mencengangkan.
Ahli forensik yang pernah turun dalam proses identifikasi korban perang saudara di Kosovo dan korban Bom Bali I ini mengatakan, kemungkinan besar Mirna meninggal bukan karena diracun sianida.
"Saya akan mengatakan bahwa sangat besar kemungkinannya kematian (Mirna) ini tidak disebabkan sianida," kata Beng Ong dalam kesaksiannya menggunakan bahasa Inggris yang diterjemahkan penerjemah dalam sidang terdakwa Jessica Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin 5 September 2016.
Beng Ong menjelaskan tiga analisis yang akhirnya melahirkan kesimpulan tersebut. Berdasarkan pengetahuannya dan literatur kasus yang ia baca, biasanya orang yang tewas karena sianida, di lambungnya terdapat 1.000 miligram per liter bahkan lebih senyawa NaCn (natrium sianida). Sementara dalam lambung Mirna, hanya terdapat 0,2 miligram per liter sianida.
"(Jika seseorang tewas karena sianida) Tingkat sianida yang ditemukan di lambung bisa mencapai 1.000 miligram per liter, dan saya mengacu pada laporan kasus (Mirna) hanya ada 0,2 miligram per liter sianida. Pada lambung, tingkatnya sangat rendah," ujar Beng Ong.
Kemudian, ujar Beng Ong, organ hati dan empedu orang yang tewas karena paparan sianida biasanya positif mengandung sianida. Meskipun sifat sianida yang dapat dipastikan cepat menguap pasca-kematian, tak berarti kandungan sianidanya menghilang begitu saja.
"Selain lambung, kandungan sianida yang dijumpai pada hati dan empedu harusnya positif. Kematian dapat mengurangi tingkat sianida, tetapi biasanya tidak akan mengurangi hingga pada tingkat yang tidak dapat dideteksi," ujar Beng Ong.
Dalam kasus Mirna, Ahli Toksikologi Forensik dari Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Kombes Nur Samran Subandi menyatakan pemeriksaan terhadap sampel jaringan empedu dan hati Mirna negatif mengandung sianida. Namun, menurut Beng Ong, sebaliknya.
"Hasil pemeriksaan empedu dan hati seharusnya positif. Dan sebagaimana hasil pemeriksaan toksikologi, dalam barang bukti nomor 5 yang diambil dari lambung (Mirna) hanya 0,2 miligram per liter. Padahal kalau keracunan sianida harusnya (dosis sianida pada korban) 1.000 atau ratusan miligram," tutur Beng Ong.
Berikutnya, timbul pertanyaan mengapa sianida ditemukan di lambung Mirna? Beng Ong menjelaskan, sianida dapat muncul secara alami pasca-kematian seseorang. Analisis tersebut didasarkan pada hasil sebuah simposium internasional berjudul 'Diagnosis Forensik dari Keracunan Sianida Akut' tahun 1972.
"Dari artikel ini, adalah mungkin 0,2 miligram perliter sianida di tubuh (Mirna) diakibatkan oleh dihasilkan ya sianida pasca-kematian. Ada hasil simposium di bidang toksikologi tahun 1972 yang membahas produksi sianida pasca-kematian. Simposiumnya memang sudah lama, tapi hingga hari ini tidak ada teori yang membantah," tandas Beng Ong.
Beng Ong mengatakan, pengikisan dan sampel sianida di lambung Mirna bukan zat sianida yang membunuh. Sianida yang di lambung Mirna juga bisa ditemukan di lambung-lambung mayat manusia yang mati bukan karena sianida.
Ia memastikan pemeriksaan setelah kematian tak menyebutkan adanya bekas sianida di mulut, lidah, usus, lambung, hati dan organ lainnya.
Beng Beng berpendapat, jika sianida masuk melalui mulut maka jejak sianida harusnya tak cuma di lambung, tapi juga harus ada di organ lainnya seperti hati, jantung dan darah.
"Jika (sianida) masuk lewat mulut, harusnya (sianida) pada lambung sangat tinggi. Dalam beberapa kasus, sianida bisa mencapai 1.000 mg/liter di dalam lambung," Beng Beng menjelaskan.
Hakim Binsar Gultom yang tidak puas dengan penjelasan Beng Beng Ong mempertanyakan sudah berapa kali saksi ahli tersebut menangani kasus kematian karena sianida secara langsung.
"Berapa kali ahli menemukan kematian karena sianida di Brisbane?" tanya Binsar.
"Saya melakukan penelitian soal sianida, ada dua kematian yang diakibatkan sianida. Saya autopsi salah satunya (yang mati karena sianida). Dalam kasus itu, salah satunya (sianida) berbentuk gas, salah satunya garam sianida," ucap Beng Beng.
Saat diberondong pertanyaan apakah asumsi Beng Beng, soal kematian Mirna. Ia menjawab, bahwa kematian Mirna adalah karena penyebab umum.
"Penyebab paling umum, suatu penyakit jantung. Bisa saja abnormalitas pada pembuluh darah yang memasok darah pada jantung. Mungkin juga ada abnormalitas pada sistem jantung," saksi ahli yang dihadirkan pihak Jessica tersebut.
Sementara itu, Ayah Mirna Salihin, Darmawan Salihin sempat meneriaki Beng Beng Ong atas pernyataan di persidangan itu. Dia mengatakan, jika saksi berbohong, maka terancam hukuman tujuh tahun penjara.
"Seven years, go to jail," ujar Darmawan Salihin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Advertisement