Sukses

Ahli: Dokter Forensik Harusnya Fokus ke Jasad Mirna, Bukan Gelas

Dalam kasus kopi sianida kali ini, ada tujuh barang bukti yang diperiksa. Di antaranya gelas es kopi Vietnam yang diseruput Mirna Salihin.

Liputan6.com, Jakarta Sidang ke-19 kasus kematian Wayan Mirna Salihin dengan terdakawa Jessica Kumala Wongso, menghadirkan saksi dari pihak Jessica.

Sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini menghadirkan ahli Patologi Forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Djaja Surya Atmadja. 

Djaja menuturkan, sebagai ahli patologi forensik seharusnya yang diperhatikan untuk dapat memutuskan penyebab kematian seseorang bukannya perlengkapan penunjang, melainkan jenazah korban.

"Saya tidak peduli di gelasnya atau di mananya selama itu tidak ada di badan itu tidak bikin mati," kata Djaja dalam persidangan ke-19 kasus kopi sianida, Rabu (7/9/2016).

Dalam kasus kopi sianida kali ini, ada tujuh barang bukti yang diperiksa. Di antaranya gelas es kopi Vietnam yang diseruput Mirna Salihin.

Menurut Djaja, yang juga mengajar mata kuliah toksikologi di Universitas Indonesia, ada empat standar pemeriksaan yang seharusnya dijalankan seorang dokter forensik. Pertama, pemeriksaan anamnesis atau percakapan langsung dengan dokter, pasien, serta pihak keluarga.

Kedua pemeriksaan tubuh luar, ketiga pemeriksaan tubuh dalam, dan terakhir pemeriksaan penunjang yang merujuk pada pemeriksaan oleh Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor).

"Dokter forensik setidaknya ada empat standar pemeriksaan mulai dari anamnesis, periksa dalam, luar, dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan lab atau Puslabfor," tutur Djaja.

Gelas Hanya Penunjang

Seperti namanya, 'pemeriksaan penunjang' bukanlah komponen utama proses identifikasi penyebab kematian seseorang. Hasil visum jenazah Mirna, menurut Djaja, semestinya hasil pemeriksaan utuh di tubuh manusia. Hal-hal penunjang seperti gelas dan sedotan bukan menjadi persoalan dokter forensik.

"Yang namanya visum et repertum itu hasil pemeriksaan keseluruhan pada tubuh manusia, sisanya yang gelas itu urusan Puslabfor," Djaja menjelaskan.

Maka dari itu, Djaja berkesimpulan mengenai sebab musabab kematian Mirna tidak dapat dilihat hanya dari analisis hasil pemeriksaan gelas es kopi Vietnam yang diseruput Mirna.

"Enggak bisa, pak. Dia (dokter forensik) harus fokus memeriksa dari isi manusia, dari RS Abdi Waluyo," jawab Djaja kepada kuasa hukum Jessica Wongso, Otto Hasibuan.

Djaja menjelaskan, jika ia dalam posisi sebagai dokter forensik yang menangani Mirna, ia akan menunggu hasil visum laboratorium, kemudian membuat visum lanjutan setelah hasil laboratorium keluar.

"Ada satu prosedural yang mau saya terangkan, kalau saya sendiri dalam posisi itu, saya autopsi kemudian kirim sampel. Kalau saya keluarkan visum hasil lab, maka saya buat visum lanjutan setelah hasil labnya keluar. Secara forensik itu koma, belum selesai," papar dia.

Pemeriksaan forensik, dari definisinya adalah pemeriksaan yang ditujukan untuk kebutuhan pembuktian di persidangan. Karena itu, Djaja menekankan dalam setiap pemeriksaan, seorang dokter forensik harus mendapatkan tingkat kepastian setinggi-tingginya untuk dapat menyimpulkan penyebab kematian seseorang.

"Karena kesimpulannya akan dipakai hakim untuk memutuskan perkara, memutuskan nasib orang bersalah atau tidak, dihukum ringan atau berat. Harus dapat tingkat kepastian setinggi-tingginya. Keterangan itu (hasil pemeriksaan ahli toksikologi Puslabfor) berarti masih tidak ada gunanya," tegas Djaja.

"Kalau tidak yakin ya berarti bukan. Saya selalu bilang begitu ke mahasiswa saya. Kecuali sudah pasti, baru bisa dinyatakan sebab kematiannya," Djaja menandaskan.

Mirna tewas pada 6 Januari 2016 usai menyeruput es kopi Vietnam di Kafe Olivier. Kopi itu dipesankan Jessica Kumala Wongso sebelum Mirna dan temannya, Hanie Juwita Boon, tiba di Olivier.

Dalam kasus ini, Jessica Wongso didakwa telah meracuni Mirna Salihin. Dia dituding menaruh racun sianida ‎ke dalam gelas kopi yang diminum Mirna. Jessica didakwa dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dan terancam kurungan maksimal seumur hidup atau hukuman mati. (Winda Prisilia)

Video Terkini