Sukses

Kekhawatiran PKS Bila Arcandra Tahar Jadi Menteri Lagi

Dikhawatirkan, ada spekulasi kepentingan asing khususnya Amerika Serikat jika Presiden Jokowi meminta Arcandra menjadi menteri.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Hukum dan HAM memulihkan status kewarganegaraan Indonesia milik mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar. Isu Arcandra akan diangkat kembali menjadi menteri pun bermunculan.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil ‎mengingatkan pemerintah agar hati-hati jika ingin mengangkat Arcandra kembali menjadi Menteri ESDM. Dikhawatirkan, ada spekulasi kepentingan asing khususnya Amerika Serikat jika Presiden Jokowi meminta Arcandra menjadi menteri.

"Pemerintah harus menghindari orang berspekluasi,‎ sehingga tidak ada ada spekulasi kepentingan Amerika menguasai sumber daya alam kita minyak gas dan mineral. Kalau dia dipaksa jadi menteri maka orang akan bertanya, ada apa dengan Arcandra Tahar, kenapa pemerintah begitu ngotot jadikan dia menteri?" kata Nasir di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (8/9/2016).

Anggota Komisi III DPR ini menilai, sosok Arcandra layak jadi menteri karena pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya. Namun, Arcandra tidak patut dipilih kembali menjadi pembantu presiden karena sudah diberhentikan dengan hormat.

"Sebenarnya dalam posisi (menteri) itu kepatutan dan kelayakan. Pandangan saya tidak patut karena dia sudah diberhentikan secara hormat. Kalau layak, dia sangat layak untuk jadi menteri ESDM. Kalau patut, dia tidak patut ada persoalan kewarganegaraan," ungkap Nasir.

Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyatakan mantan Menteri ESDM ‎Arcandra Tahar masih menjadi warga negara Indonesia (WNI). Keputusan ini diambil setelah pihaknya melakukan pemeriksaan dan klarifikasi terhadap Arcandra.

"‎Setelah dilakukan pemeriksaan dan klarifikasi, saudara Arcandra Tahar tetap menjadi WNI sesuai dengan prinsip perlindungan maksimum dan non-apatride stateless," kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 7 September 2016.