Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa Direktur Utama PT Bososi Pratama, Andi Uci Abdul Hakim, hari ini. Dia diperiksa terkait dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, dalam penerbitan Surat Keputusan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
"Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NA (Nur Alam)," ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis (8/9/2016).
Belum diketahui pasti keterangan apa yang dikorek penyidik dari mulut Andi Uci. Namun, Andi Uci diduga diperiksa lantaran mengetahui kasus ini.
Advertisement
Sebelumnya,‎ KPK resmi menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang persetujuan dan penerbitan SK IUP, kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sultra
Gubernur Sultra periode 2008-2013 dan 2013-2018 itu diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan SK yang tidak sesuai perundangan.
Selaku Gubernur Sultra, Nur Alam mengeluarkan tiga SK kepada PT AHB dari tahun 2008-2019. Yakni SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan IUP Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi Menjadi IUP Operasi Produksi
KPK menduga ada kickback atau imbal jasa yang diterima Nur Alam dalam memberikan tiga SK tersebut
Atas perbuatannya, KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
PT AHB merupakan perusahaan tambang yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.‎‎ Perusahaan tersebut melakukan kegiatan penambangan di bekas lahan konsensi PT Inco.
PT AHB juga diketahui berafiliasi dengan PT Billy Indonesia. Hasil tambang nikel oleh PT Billy Indonesia kemudian dijual kepada Richcorp International Limited, perusahaan yang berbasis di Hongkong
Perusahaan yang bergerak di bisnis tambang tersebut kemudian diduga mengirim uang sebesar US$ 4,5 juta atau sekitar Rp 60 miliar kepada Nur Alam lewat sebuah bank di Hongkong.