Liputan6.com, Jakarta Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf mengatakan sebagian besar pendanaan untuk para teroris melakukan aksinya di Indonesia berasal dari Australia.
"Negara yang pernah kirim dana ke Indonesia paling banyak dari Australia," kata Yusuf saat rapat bersama Panitia Khusus revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme di Gedung DPR, Jakarta seperti dilansir Antara, Kamis.
Dia menjelaskan, Australia mengirimkan dana sebesar kurang lebih Rp 88,5 miliar ke para foreign terorisme fighter yang ada di Indonesia.
Advertisement
M Yusuf mengatakan, frekuensi dana yang masuk dari Australia itu sebanyak 97 kali melalui berbagai cara, baik perseorangan atau kelompok.
"Lalu negara lainnya yang juga dianggap banyak mengirimkan dugaan pendanaan terorisme ada di Brunei dengan kisaran Rp 2,6 miliar. Disusul dengan Malaysia, Filipina, Singapura, Korea Selatan dan Thailand," ujar Yusuf.
Sementara itu, Yusuf juga menyampaikan adanya pemasok uang untuk jaringan teroris, yaitu berasal dari Australia dan negara-negara timur tengah seperti Irak, Lebanon dan Turki serta beberapa nama yayasan di Indonesia.
Menurut dia, beberapa yayasan itu membiayai para teroris untuk pergi ke luar negeri seperti Suriah menjadi foreign terorism fighter.
"Saya tidak sebut nama yayasan, beberapa yayasan juga biayakan mereka yang berangkat ke daerah teroris di luar negeri atau yang dikenal sebagai foreign terorisme fighter (FTF)," kata Yusuf.
Dia menjelaskan, terkait cara penyalurannya ada melalui berbagai cara, seperti dari menggunakan sewa orang bahkan ada yang sampai menikahi dulu pasangan warga negara Indonesia.
Setelah itu, menurut dia, sang isteri diminta untuk membuka rekening khusus guna menerima alokasi dana dugaan terorisme. "Adapun penggunaan instrumen pembayaran terkini yang baru saat ini ada dua cara yang ditemukan PPATK," jelas Yusuf.
Dia menilai rata-rata kini pembayarannya dengan menggunakan transaksi pembayaran virtual. Pertama dengan menggunakan instrumen global payment gateway seperti paypal, dan kedua, penggunaan instrumen virtual currency seperti bitcoin.
Sementara itu dia memaparkan bahwa Indonesia ternyata juga menjadi bagian dari pemasok dana kepada terduga teroris ke negara lainnya.
Dalam rincian yang dipaparkan PPATK, Indonesia mengirim ke Hong Kong sebesar Rp 31,2 miliar, Indonesia mengirim ke Filipina sebesar Rp 229 miliar dan Indonesia mengirim ke Australia Rp 5,3 miliar.