Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengumumkan nasib eks anggota Komisi V Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Musa Zainuddin, terkait kasus dugaan suap proyek jalan di Maluku dan Maluku Utara pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Hal itu menyusul beredarnya informasi, surat perintah dimulainya penyidikan atau sprindik atas nama Musa Zainuddin sebagai tersangka, sudah dikeluarkan. Sprindik itu disebut-sebut tinggal ditandatangani pimpinan KPK.Â
Mengenai hal tersebut, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati tak bisa bicara banyak. "Saya kira itu tinggal tunggu pimpinan," ucap Yuyuk di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (8/9/2016).
Advertisement
Yuyuk berjanji, KPK pasti akan mengumumkan ke publik soal tersangka baru dalam kasus ini, jika sprindik atas nama Musa itu sudah ditandatangani pimpinan KPK.
"Kalau ada pasti akan diumumkan," ujar dia.
Sementara, KPK sebelumnya menyatakan tak menutup kemungkinan menjerat Musa sebagai tersangka. Sebab, selain mengonfirmasi tentang informasi dan fakta yang didapat, KPK juga tengah mengumpulkan bukti-bukti kuat soal keterlibatan Musa, yang kini sebagai anggota Komisi III.
"Jadi KPK sedang mencari bukti yang berkesesuaian dengan informasi-informasi yang telah ada. Jadi informasi dari semua pihak akan didalami, karena informasi itu kan tidak bisa dijadikan bukti jika dia berdiri sendiri, harus bersesuaian dengan bukti-bukti lain," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha.
"Jika memang ditemukan bukti yang cukup, maka (Musa) dapat diminta pertanggungjawaban secara pidana, bisa kami tetapkan sebagai tersangka," kata Priharsa.
‎Dakwaan Abdul Khoir
Dalam persidangan kasus ini dengan terdakwa Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir, nama Musa Zainuddin disebut pernah menerima uang miliaran rupiah, terkait proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara pada Kementerian PUPR.
Hal itu tertuang dalam surat dakwaan Abdul Khoir, di mana Musa merupakan salah satu pihak yang disebut telah menerima suap.
Dalam surat dakwaan Abdul Khoir juga disebutkan, maksud pemberian suap adalah agar Musa mengupayakan proyek-proyek dari program aspirasi Komisi V DPR kepada Kementerian PUPR disalurkan di Maluku dan Maluku Utara. Serta menyepakati PT Windhu Tunggal Utama sebagai pelaksana proyek-proyek tersebut.
Proyek yang diusahakan Musa di antaranya proyek Pembangunan Jalan Piru-Waisala senilai Rp 50.440.000.000 serta proyek Pembangunan Jalan Taniwel-Saleman senilai Rp 54.320.000.000. Proyek-proyek tersebut merupakan program aspirasi Musa selaku Ketua Kelompok Fraksi PKB Komisi V.
Soal dugaan penerimaan uang oleh Musa juga pernah diutarakan saksi persidangan, yakni tenaga ahli Komisi V DPR, Jaelani. Disebutkan, Musa pernah menerima uang Rp 7 miliar dari Abdul Khoir melalui stafnya, Mutakim.
Jaelani bahkan mengaku menjadi perantara uang suap dari Abdul Khoir kepada Musa. Menurut Jaelani, dia memberikan uang tersebut melalui staf Musa di Komisi V bernama Mutakin.
Jaelani mengungkapkan, penyerahan uang kepada Mutakin dilakukan pada 26-27 Desember 2015 di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan. Dia mengaku menyerahkan uang Rp 7 miliar kepada Mutakin untuk diberikan kepada Musa.
Jaelani menyebutkan, penyerahan uang tersebut sudah diatur Musa. Sebab sebelumnya, Musa sudah memberikan nomor Mutakin kepada Jaelani dan meminta agar uangnya diserahkan kepada Mutakin.