Sukses

VIDEO: Kisah 2 Nelayan Indonesia Kabur dari Kapal Asing di AS

Dua nelayan asal Indonesia berhasil melarikan diri dari praktik perbudakan di kapal penangkap ikan asing.

Liputan6.com, Jakarta Penyelidikan kantor berita Associated Press menemukan sejumlah nelayan asing di Amerika Serikat yang bekerja layaknya budak, karena dibayar sangat rendah dalam kondisi kerja sangat buruk. Dua nelayan asal Indonesia berhasil melarikan diri dari praktik perbudakan di kapal.  

Seperti ditayangkan Liputan 6 Malam SCTV, Kamis (8/9/2016), dua nelayan asal Indonesia yang bekerja di kapal penangkap ikan asing yang memasok ikannya ke tempat pelelangan ikan terbesar di Amerika Serikat, di Honolulu, Hawaii, Maret 2016 lalu melarikan diri dari kapal nelayan tempat mereka bekerja.

Mereka terjebak praktik perbudakan nelayan yang memanfaatkan ketidaktahuan pekerja migran asal Asia Tenggara, termasuk dari Indonesia.

Mereka dipaksa bekerja hingga 22 jam sehari dengan kondisi sangat buruk dan hanya dibayar tujuh sen dollar Amerika Serikat atau kurang dari Rp 1000 per jam. Hal ini membuat Abdul dan Sorihin nekat kabur, saat kapal ikan tempat mereka bekerja berlabuh di San Fransisco.

Menurut data otoritas Amerika Serikat, sekitar 700 pekerja asing bekerja di kapal-kapal ikan yang beroperasi memasok ikan ke Amerika Serikat.

Celah undang-undang federal Amerika Serikat membuat nelayan tanpa dokumen resmi bisa bekerja di Hawaii, selama mereka tak menginjak daratan Amerika. Saat kapal berlabuh, kapten kapal akan menyita paspor mereka.

Seorang nelayan asal Pemalang, Jawa Tengah yang diwawancarai kantor berita Associated Press, mengungkapkan getirnya saat ia bekerja di kapal ikan di Hawaii.

Beruntung bagi Abdul dan Sorihin yang nekat kabur dari kapal di San Fransisco. Mereka diberikan visa khusus untuk korban perdagangan manusia oleh pemerintah Amerika Serikat.

Sejumlah pihak di Hawaii sebenarnya telah berusaha meloloskan undang-undang federal yang memberikan visa sementara bagi awak kapal ikan asing, agar bisa memasuki wilayah daratan mereka, namun undang-undang tersebut tidak disetujui.