Liputan6.com, Jakarta - Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) bentukan Polri tidak menemukan aliran dana terpidana mati Freddy Budiman ke pejabat Mabes Polri. Tim malah menemukan sejumlah fakta di luar dugaan. Satu di antaranya adalah praktik 'tukar kepala' pada kasus impor 1,4 juta pil ekstasi pada 2012.
Anggota TGPF, Effendi Gazali, menuturkan indikasi itu ditemukan ketika pihaknya menemui salah seorang terpidana mati kasus narkoba di Lapas Cipinang, Jakarta, bernama Tedja Harsoyo. Pengakuan Tedja, Freddy memintanya untuk bertemu seseorang dan mengaku sebagai Rudi.
"Ada satu lagi yang penting. Jangan hanya terpaku oleh aliran dana, yang paling penting itu ada praktik 'tukar kepala'. Orang ini namanya Tedja, sekarang ada di LP Cipinang. Dia hanya diminta sekali namanya Rudi. Namanya bukan Rudi, tapi dia (Tedja) diminta mengaku nama Rudi," kata Effendi saat memberikan keterangan pers di kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, Kamis (15/9/2016).
Advertisement
Menurut dia, praktik 'tukar kepala' yang dimaksud adalah mengganti identitas rekanan dengan nama lain.
"'Anda tolong sekali saja bertemu dengan orang tertentu bernama Andi di Jalan Tongkol. Tapi nanti Anda kenalkan nama Anda Rudi ya.' Ini yang dikenal dengan strategi tukar kepala," kata Effendi menirukan Tedja.
Dia mengatakan orang yang ditemui oleh Tedja merupakan anggota jaringan narkoba Freddy Budiman yang membawa 1,4 juta pil ekstasi ke Indonesia. Namun, Tedja dicocok petugas pada saat itu.
Jaksa Nakal
Ketika diproses hukum, sambung Effendi, Tedja justru diperas oleh oknum jaksa. Bahkan, jaksa juga meminta agar Tedja merelakan istrinya untuk menemani oknum tersebut karaoke.
"Jaksa meminta uang kepada orang ini agar pasal sangkaannya bisa diubah. Istrinya orang ini (Tedja) diminta menemani di karaoke," ucap Effendi.
Pada putusan persidangannya, Tedja malah divonis hukuman mati. Kemudian, dia ditempatkan di Lapas Cipinang sembari menunggu eksekusi.
"Karena tidak memiliki cukup uang ya, pasalnya tidak jadi diubah. Orang ini malah dijatuhi hukuman mati," ungkap Effendi.
Advertisement