Liputan6.com, Jakarta Binsar Pandjaitan, hakim persidangan kasus kematian Wayan Mirna Salihin, dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) terkait dugaan pelanggaran kode etik. Laporan itu dilayangkan Kamis 11 Agustus 2016.
Binsar mengatakan, surat aduan tersebut sudah dicabut penasihat hukum terdakwa Jessica Kumala Wongso. Surat pencabutan tersebut dilayangkan pada 16 September 2016.
"Kemarin baru kami terima ini, surat pencabutan dari penasihat hukum terdakwa Jessica. Oleh karena itu, kami menyatakan secara resmi teka-teki persoalan permasalahan pengaduan tersebut. Kami nyatakan sudah selesai," ujar Binsar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (20/9/2016).
Advertisement
Baca Juga
Menurut Binsar, klarifikasi surat pencabutan tersebut sudah mendapat persetujuan Ketua PN Jakpus, Humas PN Jakpus, dan Ketua Majelis sidang Jessica.
"Ini sudah atas persetujuan Ketua PN Jakpus, Humas PN, dan Ketua Majelis. Karena ini, menyangkut pribadi saya yang diserang," tegas dia.
Karena itu, menurut Binsar, dengan adanya surat pencabutan gugatan tersebut masalah tersebut sudah selesai. Sehingga, tidak akan menimbulkan polemik di tengah persidangan.
"Makanya, saya menyampaikan itu supaya clear semua," tandas Binsar.
Dugaan Pelanggaran Kode Etik
Pada 19 September 2016, tiga hakim persidangan Jessica yakni Kisworo, Binsar Gultom Pandjaitan, dan Partahi Tulus Hutapea kembali dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY), atas dugaan pelanggaran kode etik.
Laporan tersebut dilayangkan sekelompok orang yang mengatasnamakan Aliansi Advokat Muda Indonesia (AAMI) dan Perlindungan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) melaporkan tiga hakim tersebut ke Komisi Yudisial (KY).
Ketua AAMI Rizky Sianipar mengatakan, ada beberapa pelanggaran kode etik dan pelanggaran pedoman perilaku hakim yang dilakukan majelis hakim di sidang Jessica. Di antaranya pelanggaran dalam bentuk ucapan maupun perbuatan.
Rizky menjelaskan, Pasal 5 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan, hakim harus berlaku adil dan memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang.
"Dalam persidangan aquo, hakim menghalangi terdakwa melakukan simulasi kopi, tapi di lain pihak hakim hakim memberikan kebebasan sebebas-bebasnya kepada JPU untuk melakukan pembuktian," ujar Rizky di Kantor Komisi Yudisial, Jakarta Pusat, Senin 19 September 2016.