Sukses

Irman Gusman Tolak Dicopot sebagai Ketua DPD?

Irman Gusman dicopot setelah menjadi tersangka di KPK dalam dugaan suap rekomendasi penambahan kuota impor gula.

Liputan6.com, Jakarta - DPD RI resmi mencopot jabatan Irman Gusman sebagai ketua. Dia dicopot setelah menjadi tersangka dalam dugaan suap rekomendasi penambahan kuota impor gula untuk wilayah Sumatera Barat 2016 dari Bulog ke CV Semesta Berjaya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kabar itu sudah sampai ke pengacara Irman, Tommy Singh. Dia menilai tidak ada orang‎ yang mau dicopot dari jabatannya.

"Mana ada sih orang yang bersedia dicopot," kata Tommy di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (20/9/2016).

Namun, dia mengaku belum tahu sikap Irman atas pencopotan tersebut. Yang jelas, Irman masih fokus atas kasus itu di KPK.

"Dia fokus ini (perkara) saja dulu," ujar Tommy.

Badan Kehormatan (BK) DPD RI pada Senin 19 September 2016 sudah memutuskan mencopot Irman Gusman sebagai Ketua DPD. Keputusan itu dikukuhkan dalam rapat paripurna DPD siang tadi. Pencopotan dilakukan setelah mendengar masukan dari pakar dan praktisi hukum.

"Kami menyimpulkan Irman diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua DPD," kata Ketua BK DPD RI, AM Fatwa.

Sebelumnya, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan suap rekomendasi penambahan kuota impor gula wilayah Sumatera Barat pada 2016 yang diberikan Bulog kepada CV Semesta Berjaya.

Ketiganya, yakni bekas Ketua DPD RI, Irman Gusman; Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto; dan istri Xaveriandy, Memi‎. Irman diduga menerima suap Rp 100 juta dari Xaveriandy dan Memi sebagai hadiah atas rekomendasi penambahan kuota impor gula untuk CV Semesta Berjaya tersebut.

Irman selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Sementara Xaveriandy dan Memi sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.