Liputan6.com, Jakarta - Sidang kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari ini, Rabu (21/9/2016).
Sidang ke-23 ini masih digelar dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari kubu Jessica.Â
Namun belum diketahui secara pasti siapa saksi yang bakal dihadirkan pihak Jessica pada persidangan kali ini. Tim pengacara Jessica biasanya baru membeberkan siapa ahli yang dihadirkan beberapa saat sebelu‎m persidangan dimulai.
Advertisement
Pada persidangan sebelumnya, Senin 19 September 2016, kubu Jessica mengh‎adirkan tiga saksi ahli dari Universitas Indonesia (UI), yakni psikolog Dewi Taviana Walida Haroen, kriminolog Eva Achjani Zulfa, dan psikolog klinis Agus Mauludi.
Dalam kesaksiannya, ketiga pakar yang dihadirkan kubu Jessica itu membantah keterangan-keterangan yang diuraikan sejumlah ahli dari pihak jaksa penuntut umum (JPU).
Mereka menyatakan bahwa keterangan yang disampaikan ahli dari JPU salah. Bahkan, hasil pemeriksaan beberapa ahli‎ terhadap Jessica dianggap tidak sah. Memang, beberapa ahli yang dihadirkan JPU di persidangan juga pernah memeriksa Jessica atas permintaan penyidik kepolisian.
Benar saja, beberapa ahli yang pernah dihadirkan JPU di persidangan pun dibuat gerah oleh keterangan ahli dari kubu Jessica. Mereka pun langsung menggelar konferensi pers atas pernyataan-pernyataan ahli kubu Jessica.
Konferensi pers digelar di antara jeda persidangan ke-22 dan 23, atau tepatnya Selasa 20 September 2016 sekitar pukul 15.00 WIB. Jumpa pers yang berlangsung di kawasan Dharmawangsa, Jakarta Selatan ‎ini dihadiri oleh tiga ahli, yakni kriminolog Ronny Nitibaskara, psikolog Sarlito Wirawan Sarwono, dan psikolog klinis Kassandra Putranto.
Dua dari tiga ahli tersebut, yakni Ronny dan Sarlito pernah dihadirkan JPU di dalam persidangan Jessica. Dalam konferensi pers, Ronny dan Sarlito protes atas tindakan yang dilakukan ahli dari kubu Jessica. Mereka juga kecewa, karena kubu Jessica terkesan mengadu domba ahli-ahli di dalam persidangan kasus kopi sianida ini.
"Saya menyesalkan adanya upaya-upaya bukan untuk memberi argumentasi kasus, tapi mengadu domba antara ahli satu sama lain," ujar Sarlito.
Sementara Ronny membantah bahwa fisiognomi atau ilmu membaca karakter melalui wajah tidak dapat dilakukan untuk menemukan penjahat. ‎
Ronny mengaku, sejauh ini pendekatan kriminologi yang ia gunakan yakni dengan fisiognomi dan juga membaca gesture. Pendekatan itu ‎juga dilakukan FBI atau badan penyelidik pusat di Amerika Serikat.
Dia juga mengkritisi ahli kriminologi yang dihadirkan kubu Jessica, Eva Achjani Zulfa justru menggunakan pendekatan teori Lombroso. "Padahal ini teori yang salah, ngawur," tandas Ronny.
Fakta ini menunjukkan bahwa proses peradilan kasus 'kopi sianida' Jessica semakin memanas. Tak hanya di ruang sidang, perdebatan bahkan melebar hingga di luar pengadilan.
Sidang lanjutan kasus Jessica kali ini pun ‎berada di bawah bayang-bayang protes dua ahli dari kubu JPU. Akankah ahli-ahli yang bakal dihadirkan pihak Jessica kali ini kembali melucuti 'amunisi' JPU?