Sukses

Saksi Kunci Itu Bernama Soewondo

Soewondo, tersangka kasus penggelapan dana Yanatera Bulog sudah tertangkap. Tetapi, hingga sepekan, tak satu pun keterangan yang keluar dari mulutnya.

Liputan6.com, Jakarta: Setelah enam bulan hilang tak tentu rimba, akhirnya tersangka pembobol dana Yayasan Dana Bina Sejahtera Karyawan Badan Urusan Logistik senilai Rp 35 milar Soewondo, berhasil ditangkap polisi. Pria yang kerap disebut sebagai tukang pijat Gus Dur itu dibekuk bersama adik iparnya Lukman di sebuah vila di Desa Tugu, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Sabtu 14 Oktober silam. Kini, Soewondo mendekam di tahanan Markas Kepolsian Daerah Metro Jaya.

Nama Soewondo alias Ang Peng Sui mencuat sejak terungkapnya dugaan penggelapan dana Yantera oleh Tim Government Watch (Gowa). Tapi, setelah itu, hanya Wakil Kepala Bulog Sapuan yang ditahan bahkan dijadikan tersangka utama skandal tersebut. Sementara sosok Soewondo, dalam waktu sekejab pun raib. Bahkan, saking misteriusnya, hampir semua media massa memajang foto dirinya yang sama.

Bisa jadi lantaran minimnya informasi itu membuat Didin, penjaga vila Soewondo mengaku tak tahu bahwa pemiliknya adalah buronan yang dicari-cari polisi. Maka bisa ditebak, ketika ditanya polisi, ia tidak langsung menunjukkan keberadaan tuannya, Soewondo.

Lain lagi dengan keterangan Ujang. Pemilik vila yang terletak di depan vila persembunyian itu, menduga Soewondo memang sengaja disembunyikan. Bahkan, ia mensinyalir penjaga rumahnya sebenarnya tahu siapa itu Soewondo. Pendapat tersebut didukung Usa, seorang pemilik vila yang tinggal berdekatan dengan vila tersangka. Ia mengaku pernah melihat Soewondo dan istrinya Teti Nursetiati berada di vila menjelang aksi penangkapan.

Tentu saja hal itu ditepis Teti Nursetiati. Meski demikian, Teti tak menepis pernah beberapa kali dihubungi Soewondo. Sayangnya, ia tidak tahu persis keberadaan suaminya. Pada saat dihubungi, jelas Teti, dirinya hanya diperintahkan Soewondo menyerahkan mobil mewahnya untuk membayar bunga sebesar Rp 1.650.000.

Kini, Soewondo sudah tertangkap. Lantaran itu banyak kalangan berharap kasus tersebut bakal tuntas tas tas. Tapi persoalan tidak lantas beres. Pasalnya, muncul tanda tanya besar pascapenangkapan tersangka. Soalnya, Soewondo ternyata tertangkap di tempat yang terbilang tak jauh dari Jakarta. Selain itu, waktunya pun entah kebetulan atau tidak, dilakukan menjelang dipanggilnya Presiden Wahid oleh Pansus Buloggate DPR.

Namun kecurigaan tersebut tentu saja buru-buru dibantah polisi. Menurut Kepala Dinas Penerangan Kepolisian Daerah Metro Jaya Superintendent Nur Usman, penangkapan tersebut adalah hasil penyelidikan dan bukan rekayasa. Lain halnya dengan Koordinator Gowa Farid R. Faqih. Farid mengatakan, ada kesan polisi sudah lama mengetahui tempat persembunyian Soewondo. Namun, baru sekarang ada kemauan untuk menangkapnya. Lepas dari itu, Farid tetap menghargai keberhasilan Polri tersebut.

Kini skandal penggelapan dana Yanatera yang terjadi Januari lampau itu, telah menyeret dua tersangka: Wakil Kepala Bulog Sapuan dan Soewondo. Memang, Sapuan, terdakwa utama pengucuran dana miliaran rupiah tersebut telah disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, --lagi-lagi-- banyak kalangan pesimistis kasus tersebut bakal diungkapkan secara tuntas.

Sebab sebelumnya, di depan anggota Komisi III DPR, Sapuan mengaku Presiden Wahid melalui Soewondo pernah meminta dana nonbudgeter milik Bulog sebesar Rp 200 miliar. Kala itu, Sapuan mengatakan, dana tersebut bakal dipakai untuk menangani masalah yang berhubungan dengan kasus Aceh. Tetapi, belakangan, justru skandal Bulog malah beralih menjadi perkara utang-piutang Soewondo dengan Wakabulog Sapuan.

Sementara itu, proses keluarnya dana Yanatera yang sampai ke tangan Soewondo pun sudah dilaporkan Sapuan kepada Kepolisian maupun Komisi III DPR pada 23 Juni silam. Keterangan yang sama juga dilontarkan Sapuan di PN Jaksel. Singkat kata Sapuan mengaku, dana Yanatera Bulog itu diberikan sebagai pinjaman untuk kegiatan kepresidenan. Utang tersebut diberikan melalui Soewondo. Sebab, Soewondolah yang mempertemukan Sapuan dengan Presiden Gus Dur di Istana. Sesuai perjanjian, pinjaman tersebut akan dibayar kembali pada Juli 2000.

Pemberian dana pinjaman berupa empat lembar cek bernilai nominal Rp 35 miliar terjadi pada pada 13 Januari 2000 kepada Soewondo. Selanjutnya, cek tersebut berpindah tangan. Istrinya Teti mendapat selembar cek senilai Rp 10 miliar. Lembaran cek lain sebesar Rp 5 miliar dicairkan Leo Purnama. Sedangkan Rp 15 miliar yang tertera dalam lembaran cek lainnya dicairkan salah seorang staf Penelitian dan Pengembangan Partai Demokrasi Perjuangan Suko Sudarso. Sisanya sebesar Rp 5 miliar yang tertulis dalam lembaran cek terakhir, diserahkan kepada Siti Farika.

Sementara ini, di antara keempat penerima dana Yanatera tersebut, baru istri Soewondo yang telah telah memberikan keterangan sebagai saksi untuk terdakwa Sapuan di PN Jaksel. Sedangkan tiga orang lainnya, belum dapat dipastikan waktu untuk dimintai keterangannya.

Sayangnya lagi, hingga kini belum satu pun keterangan yang keluar dari mulut Soewondo. Padahal, tersangka sudah sepekan mendekam di sel Polda Metro Jaya. Namun, penangkapan Soewondo, jelas melegakan Sapuan. Sebab, dengan tertangkapnya Soewondo sangat menentukan kepastian sanksi hukum bagi dirinya. Lantaran dana tersebut diberikan Sapuan pada Soewondo.

Sementara itu, beberapa pakar hukum dan pengamat politik serta anggota Pansus Buloggate DPR menganggap penangkapan Soewando adalah suatu bentuk prestasi kepolisian. Mereka berharap kasus tersebut dapat terungkap, sehingga masyarakat bisa memahami kasus bulogate itu secara benar.

Profesor DR Loebby Loqman misalnya. Pakar hukum itu mengharapkan Soewondo dapat menceritakan secara jujur dan terbuka masalah dana Yayasan Yanatera tersebut. Sebab, Soewondo, jelas Loebby, adalah kunci dari Skandal Bulog dan bisa menjadi tersangka utama. Selain itu, Soewondolah yang menyampaikan perintah Presiden kepada Sapuan dan sekaligus menerima dana Bulog tersebut.

Sedangkan soal kemungkinan keterlibatan Presiden, menurut Loebby, Soewondolah kuncinya. Jika terbukti dan Yanatera itu bisa dipinjam karena perintah Presiden, Gus dur, kata Loebby, harus bisa mempertanggungjawabkan hal itu secara politis dan hukum.

Sedangkan praktisi hukum Amir Syamsuddin mempertanyakan tindakan polisi yang menghalangi Soewondo untuk mengungkap masalah tersebut. Termasuk, tambah dia, untuk ditemui wartawan. Karena lagi-lagi, Soewondo adalah kunci utama Buloggate itu.

Ade Komaruddin Mochammad anggota Pansus Buloggate berharap dengan tertangkapnya Soewondo bakal segera membongkar tuntas Kasus Bulog. Sedangkan mengenai keterlibatan Gus dur, menurut Ade, saat ini, Rapat Pansus masih terus menggali keterangan dari berbagai pihak yang terkait.

Sedangkan, Farid menilai, yang paling penting, Soewondo memberi keterangan mengenai ada-tidaknya keterkaitan Presiden dalam kasus tersebut. Sebab, berangkat dari keterangan Sapuan, Yayasan Yanatera berani memberikan pinjaman dana tersebut berdasarkan perintah Presiden lewat Soewondo.

Mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Jusuf Kalla usai memberikan penjelasan kepada Pansus Buloggate DPR pekan silam, mengatakan, ia sama sekali tidak mengenal Soewondo, yang disebut-sebut sebagai orang dekat Presiden Wahid. Begitu juga soal pemberian pinjaman sebanyak Rp 35 miliar dari dana Yanatera, kata dia, benar-benar di luar pengetahuannya, yang juga adalah Ketua Yayasan Yanatera.

Menurut Jusuf, memang Presiden meminta dana sebesar Rp 10 miliar dari dana nonbudgeter Bulog. Dana tersebut untuk urusan kemanusiaan Aceh. Namun, dana tadi, tambah dia, batal diberikan karena Presiden tak mau menerbitkan surat perintah untuk pencairan dana tersebut.

Ia mengaku baru mendengar tentang keluarnya dana Yayasan Yanatera itu beberapa saat menjelang serah terima jabatan Kepala Bulog kepada Rizal Ramli. Karena itu, Jusuf sangat kecewa terhadap Sapuan karena tidak pernah membicarakan soal pinjaman dana tersebut sebelumnya.

Sementara saksi lainnya dalam persidangan Sapuan adalah Adi Hendri Arioseno dan Hans Gunawan. Keduanya adalah perantara dalam transaksi jual beli tanah masyarakat di Cianjur Selatan, Jabar.
Kepada majelis hakim, Arioseno mengaku telah menerima dana Rp 15 miliar yang dicairkan melalui rekening Suko Sudarso di City Bank. Dari dana tersebut, Rp 8 miliar diberikan kepada Hans Gunawan sebagai biaya pembelian tanah seluas seratus hektare tersebut. Sementara, Hans Gunawan membayar kepada masyarakat pemilik tanah sekitar Rp 5 miliar saja.

Arioseno mengaku kurang mengenal Soewondo secara mendalam. Dia mengetahui Soewondo adalah seorang paranormal dari berita di media massa. Ia juga bilang pernah berkonsultasi dengan Soewondo mengenai masalah keluarganya. Setelah konsultasi tersebut, mereka kemudian menjalin kerjasama bisnis tanah. Sebab, tambah dia, Soewondo menyatakan membutuhkan tanah untuk membangun rumah kebun. Demikian kisah jual beli tanah di Cianjur Selatan itu.

Kini, semua sudah hampir jelas. Paling tidak polisi sudah memegang saksi kunci Seowondo. Sekarang semua mata pun tengah mengarah pada hasil pemeriksaan Soewondo. Apapun hasilnya, jawaban Soewondo, mudah-mudahan dapat menyibak banyak rahasia dan isu yang berkembang selama ini. Semoga. (TNA/Tim Liputan 6 SCTV)