Liputan6.com, Jakarta Bencana kabut asap hingga kini belum juga usai. Wilayah Sumatera dan Kalimantan menjadi langganan bencana kebakaran hutan dan lahan yang terus saja terjadi di setiap tahunnya.Â
Beberapa perusahaan yang diduga terlibat dalam kasus ini, tahun lalu menjalani proses hukum. Tapi menariknya awal tahun 2016, 15 dari 18 perusahaan ini justru dihentikan proses penyidikannya. Dan di tahun ini titik api masih saja muncul di beberapa perusahaan yang sama.
Pembukaan lahan perkebunan di Provinsi Riau dengan cara membakar memang sudah menjadi persoalan serius dan sulit dihentikan. Lebih dari 18 tahun terakhir, kasus-kasus seperti ini terus menjadi momok masyarakat setempat.
Advertisement
Dari 18 perusahaan yang terlibat dalam kasus pembakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau, 3 perusahaan dibawa ke persidangan, namun Polda Riau menghentikan penyidikan 15 perusahaan lainnya.
Langkah kepolisian ini justru mendapat pertentangan keras dari Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari).Â
Munculnya kembali titik api dilahan konsesi perusahaan dan adanya persoalan yang sama dari perusahaan yang kasusnya dihentikan oleh Polda Riau menjadi catatan sendiri.
"Yang pertama mencari pembakarnya itu sendiri, karena mencari pembakar di lokasi hutan belantara semacam itu belum tentu ada orang yang melihat yang tahu disitu. Sehingga baik petugas TNI ataupun Polri yang datang kesitu posisi udah terbakar, sehingga perlu waktu bagaimana untuk menemukan siapa yang membakar," ujar Brigjen Pol Drs Supriyanto.
Siapapun pelakunya baik perorangan maupun korporasi wajib bertanggung jawab penuh atas bencana kebakaran lahan ini. Keseriusan dalam penegakan hukum dirasa perlu dilakukan.
Dan seluruh kegiatan yang menyangkut pembukaan lahan harus dikawal secara ketat sehingga tindakan pembakaran lahan secara serampangan yang telah banyak menyebabkan kerugian bisa diminimalisir.
Simak kisah selengkapnya dalam tayangan Sigi SCTVÂ edisi Sabtu (25/9/2016) di bawah ini: