Sukses

Eks Bupati Buton Akui Rekomendasi Izin Tambang ke Nur Alam

Sjafei menjelask‎an, rekomendasi yang diberikan pihaknya terkait lahan yang dijadikan pertambangan nikel oleh PT Anugrah Harisma Barakah.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Bupati Buton Sjafei Kahar dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam, dalam persetujuan dan penerbitan Izin Usaha Tambang (IUP) tahun 2008-2014.

Kelar pemeriksaan, Sjafei mengakui sewaktu masih menjabat Bupati Buton memberi rekomendasi IUP kepada Nur Alam. Hal itu sebagaimana ia jelaskan juga kepada penyidik.

"Sebagai bupati tentu ada (rekomendasi)," kata Sjafei di Gedung KPK, Jakarta, Senin (26/9/2016).

Sjafei menjelask‎an, rekomendasi yang diberikan pihaknya terkait lahan yang dijadikan pertambangan nikel oleh PT Anugrah Harisma Barakah (AHB). Lahan itu merupakan lahan konsensi PT Inco.

"Dalam rekomendasi itu memberitahukan kepada beliau (Nur Alam) bahwa saat itu di (lahan) PT Inco. Itu intinya," kata dia.

Namun, Sjafei berkilah, tak tahu kelanjutan dari rekomendasi pihaknya. Apakah Nur Alam selaku gubernur memberikan lahan konsensi PT Inco diberikan‎ kepada PT AHB atau afiliasinya, PT Billy Indonesia.

"Bisa saja PT Inco melepas dan diberikan kepada PT AHB. Tapi saya tidak tahu. Selanjutnya saya tidak tahu lagi," ujar Sjafei.

KPK menetapkan Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang dalam persetujuan dan penerbitan SK IUP di wilayah Sultra. Diduga, Gubernur Sultra 2008-2013 dan 2013-2018 itu menyalahgunakan wewenang dalam menerbitkan SK yang tidak sesuai aturan perundang-perundangan yang berlaku.

Selaku Gubernur Sultra, Nur Alam mengeluarkan tiga SK kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) dari tahun 2008-2014. Yakni, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan IUP Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi Menjadi IUP Operasi Produksi. Diduga ada kickback atau imbal jasa yang diterima Nur Alam dalam memberikan tiga SK tersebut.

Atas perbuatannya, KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.