Liputan6.com, Jakarta Prof Dr Mudzakkir yang merupakan ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mengatakan hasil rekaman CCTV kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa tunggal Jessica Kumala Wongso, tidak dapat dipakai jika tidak didukung bukti lainnya. Bukti yang dimaksudkan ahli kubu Jessica ini merupakan bukti primer.
"Enggak bisa dipakai tanpa alat bukti yang lain, alat bukti primer. Tindak pidana utamanya harus dibuktikan berdasarkan alat bukti yang digunakan untuk kejahatan itu sendiri. Tidak bisa hanya sekunder," ujar Mudzakkir ketika bersaksi di PN Jakarta Pusat, Senin (26/9/2016).
Tentu saja pernyataan Mudzakkir ini mengejutkan berbagai pihak, mengingat selama ini hasil rekaman CCTV memiliki peran utama dalam menunjukan gerak-gerik Jessica yang menguasai kopi milik Mirna selama hampir 1 jam. Di mana di situ diduga menjadi waktu krusial Jessica memasukkan sianida ke dalam gelas es Kopi.
Advertisement
Hakim pun bertanya-tanya soal keterangan ahli. Ketua Majelis Hakim Kisworo kemudian menanyakan mengenai barang bukti dalam kasus pembunuhan Mirna. Di mana racun sianida semestinya menjadi alat bukti primer kasus pembunuhan ini.
"Kalau racun, barang bukti itu mana? Di dalam tubuh atau di dalam gelas?" tanya Kisworo kepada ahli. Tak ingin terbawa dengan metode pembunuhan, Mudzakkir lebih menekankan untuk memastikan terlebih dahulu penyebab kematian Mirna.
"Tutup semuanya (dugaan Mirna diracun). Akan dibuka dengan autopsi. Satu per satu buka, baru nanti akan dinyatakan (kematian) ini disebabkan racun atau bukan," jawab Mudzakkir.
Dalam kesempatan yang sama, Mudzakkir juga memberikan sebuah analogi kasus untuk memperjelas apa yang dimaksudkannya.
"Contoh orang ditembak, jatuh, lalu terbentur batu. Matinya karena tembakan atau karena benturan batu? Dia jatuh karena ditembak atau karena punya sakit jantung yang membuat dia sampai jatuh dan akhirnya membentur batu?" Mudzakkir memberi pandangan lainnya.
Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, dalam persidangan ke-25 hari ini, terkuak bahwa pemeriksaan atau autopsi yang dilakukan petugas kepolisian tidak sesuai dengan prosedur. Di mana telah diatur tahap-tahap pemeriksaan yang tercantum pada Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2009.