Sukses

Kemenhub Beri Kelonggaran Penertiban Taksi Online

Untuk permasalahan balik nama dalam pencantuman nama badan hukum pada STNK milik pribadi, diberi waktu 1 tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan memperpanjang waktu selama 6 bulan untuk menyosialisasikan Peraturan Menteri  (PM) Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Pudji Hartanto Iskandar mengungkapkan, dengan tambahan masa sosialisasi itu maka penindakan penilangan batal dilakukan mulai 1 Oktober 2016.

"Untuk penertiban terhadap penyelenggaraan PM ini, petugas lebih mengutamakan kegiatan pembinaan dan pencegahan dengan melakukan sosialisasi, pemberitahuan, dan dialog daripada penegakan hukum," kata Pudji, Rabu (28/9/2015).

Perwakilan komunitas pengemudi angkutan umum berbasis teknologi informasi (TI) atau taksi online telah dua kali melakukan aksi unjuk rasa. Kementerian Perhubungan pun telah menginventarisir permasalahan yang dikeluhkan pengemudi tersebut serta memberikan beberapa solusi dan penjelasan kepada mereka.

Untuk permasalahan balik nama dalam pencantuman nama badan hukum pada STNK milik pribadi, Kementerian Perhubungan memberikan masa transisi selama 1 tahun dimulai 1 Oktober 2016 sampai 1 Oktober 2017.

Selain itu, terkait tempat penyimpanan kendaraan atau pul, para pengemudi taksi online dapat menggunakan garasi sesuai jumlah kendaraan yang dimiliki.

Massa Asosiasi Driver Online (ADO) membentangkan spanduk di depan Istana, Jakarta, Senin (19/9). Dalam aksinya, mereka menolak diberlakukan ujian kendaraan bermotor (KIR) menggunakan SIM A UMUM per 1 Oktober 2016. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Namun, terkait pengujian kendaraan bermotor (KIR), persyaratan SIM A Umum untuk pengemudi, serta tanda khusus berupa stiker, Pudji menegaskan, tetap diberlakukan sesuai peraturan yang berlaku.

Pudji juga menjelaskan, untuk asuransi kendaraan pribadi yang dijadikan sebagai angkutan umum, hendaknya pemilik kendaraan menyesuaikan dengan produk-produk asuransi yang digunakan.

Para perusahaan/lembaga penyedia aplikasi berbasis TI tersebut tidak dapat bertindak sebagai penyelenggara angkutan umum.
 
"Para perusahaan/lembaga tersebut tidak boleh menetapkan tarif, memungut bayaran, merekrut pengemudi, serta menentukan besaran penghasilan pengemudi," jelas Pudji.

Selain itu, Pudji menjelaskan, para perusahaan/lembaga penyedia aplikasi tersebut harus melaporkan beberapa informasi kepada Direktur Jenderal Perhubungan Darat, yang meliputi profil perusahaan penyedia jasa aplikasi berbasis internet.

Selain itu, memberikan akses monitoring operasional pelayanan, data seluruh perusahaan angkutan umum yang bekerjasama, data seluruh kendaraan dan pengemudi, layanan pelanggan berupa telepon, email, serta alamat kantor penyedia aplikasi berbasis TI.