Liputan6.com, Jakarta Wacana kenaikan harga rokok menjadi Rp 50.000 per bungkus di tanah air, masih menuai pro kontra di masyarakat. Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno menyatakan, kendati mendukung, namun kenaikan harga rokok dapat memicu maraknya peredaran rokok ilegal.
Dampaknya, rokok ilegal akan sangat mudah beredar dan dapat mengakibatkan anak-anak beralih mengkonsumsi rokok ilegal akibat harga rokok legal yang meroket.
Menurut Agus, tanpa pengawasan yang ketat dari pemerintah, kenaikan harga rokok dapat memicu peningkatan konsumsi rokok ilegal oleh kalangan anak-anak.
Advertisement
Dia bilang, anak-anak di bawah umur akan mudah mendapatkan rokok ilegal kalau pemerintah tidak melakukan pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang kuat. “Kalau pengawasannya lemah, rokok ilegal di pasaran akan sangat mudah ditemukan anak-anak,” tutur Agus kepada wartawan, akhir pekan lalu.
Agus menambahkan, beredarnya rokok ilegal yang dijual murah di bawah harga rokok legal bisa menyebabkan konsumen, terutama anak-anak di bawah umur, akan beralih mengkonsumsi rokok ilegal. Ketika permintaan naik, peredaran rokok ilegal diperkirakan akan semakin marak.
Menurut Agus, peredaran rokok ilegal di tengah masyarakat merupakan polemik lama yang belum terselesaikan. Pengawasan dan penindakan dari Pemerintah terhadap peredaran rokok ilegal semakin dituntut untuk ditingkatkan.
“Rokok ilegal ini sudah marak. Ini masalah tentang Law Enforcement. Pemerintah dan semua pihak terkait harus fokus pada penegakan hukumnya, yaitu melakukan pengawasan dan penindakan hukum yang tegas tanpa kompromi terkait rokok ilegal,” imbuh dia.
Agus menegaskan, pengawasan dan penindakan di lapangan terhadap rokok ilegal saat ini sebuah kebutuhan yang darurat. “Jika pengawasan di lapangan sudah sedemikian baik, artinya akan susah menemukan rokok ilegal di pasaran. Jadikonsumen dewasa maupun anak-anak akan susah untuk mendapatkannya,” tegas Agus.
Di pasaran, rokok ilegal memang masih sangat marak. Sepanjang 2016 ini, Direktur Jenderal Bea dan Cukai menyampaikan telah menindak sebanyak 1.300 kasus peredaran rokok ilegal.
Kepala Sub Direktorat Komunikasi dan Publikasi Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Deni Surjantoro mengatakan, pihaknya berkomitmen penuh untuk terus berupaya melakukan penindakan terhadap peredaran rokok ilegal.
“Bea cukai tidak ada henti – hentinya melakukan penindakan dan juga melakukan pengawasan terhadap rokok ilegal. Harapannya tentu akan meminimalisir peredarannya dan bahkan memberantasnya,” ujar Deni.
Rokok Ilegal Sumber Pendanaan Teroris
Alhasil, kenaikan harga rokok bisa menimbulkan ancaman dari banyak sisi. Bukan hanya berdampak negatif terhadap peningkatan konsumsi rokok ilegal di bawah umur (anak–anak), namun juga disinyalir bahwa rokok ilegal menjadi primadona baru sumber pendanaan aksi kejahatan.
Pengamat terorisme, Al Chaedar berpendapat, pemerintah Indonesia harus mengantisipasi penyelundupan rokok ilegal. Potensi kejahatan ini akan memunculkan bahaya yang lebih serius.
Dia menambahkan, hasil yang didapatkan dari penjualan rokok ilegal berpotensi digunakan untuk tingkat kejahatan yang lebih tinggi lagi seperti pendanaan untuk kegiatan terorisme.
Menurut Al Chaedar, penjualan rokok ilegal harus ditindak tegas, karena merupakan tindakan kriminal serius yang sangat merugikan konsumen, pabrikan legal dan Pemerintah. Apalagi, rokok ilegal tidak membayar cukai serta pajak.
“Selain itu, kelompok teroris mempunyai potensi yang sangat besar untuk memperdagangkan barang-barang ilegal dan melakukan kejahatan pencucian uang. Beda halnya dengan pedagang biasayang masih memperhitungkan efek legalitas,” katanya beberapa pekan lalu.
Bahkan, Departemen Luar Negeri AS, Interpol, dan Perserikatan Bangsa Bangsa menganggap rokok ilegal sebagai epidemi yang mendanai organisasi kriminal dan teroris internasional di seluruh dunia. Setiap tahun, lebih dari 400 miliar batang rokok dijual secara ilegal di seluruh dunia.