Liputan6.com, Jakarta - Jessica Kumala Wongso tampak tenang di depan majelis hakim. Pada Rabu, 28 September 2016, untuk pertama kalinya, dia diperiksa sebagai terdakwa di persidangan pembunuhan berencana Wayan Mirna Salihin, karibnya di Billy Blue College, Sydney, Australia. Polisi meyakini Mirna tewas karena sianida yang berada di es kopi Vietnam, di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, 6 Januari 2016.
"Silakan bebas aja terdakwa bicara apa saja, mau mengaku atau tidak mengaku, itu tidak ada konsekuensi hukum," ujar jaksa penuntut umum (JPU) Ardito Muwardi kepada wartawan sebelum persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kemayoran, Rabu lalu.
Persidangan ke-26 perkara yang menjerat Jessica ini dimulai sekitar pukul 10.40 WIB. Molor dari jadwal yang ditetapkan, yaitu pukul 09.00 WIB. Persidangan kemarin cukup menyedot perhatian publik. Buktinya, ruang sidang cukup sesak oleh pengunjung dan awak media yang berupaya mengabadikan jalannya sidang.
Advertisement
Ini adalah saat yang dinanti. Sebab dalam persidangan-persidangan sebelumnya, Jessica tidak terlalu banyak mengomentari keterangan saksi atau ahli yang sudah dihadirkan jaksa penuntut umum atau pengacaranya.
"Saya akan menjawab dalam pemeriksaan saya sebagai terdakwa, Yang Mulia," begitu Jessica selalu menjawab pertanyaan hakim yang memintanya menanggapi keterangan saksi atau ahli.
Kemarin, Hakim Ketua Kisworo memberikan kesempatan pertama kepada jaksa penuntut untuk mengkonfrontasi seluruh temuan atau fakta yang menjerat kepada gadis berusia 28 tahun itu.
Jaksa mencecar Jessica dengan beragam pertanyaan. Mulai dari kedatangan Jessica yang lebih awal. "Karena mengantisipasi macet," jawab dia.
Percakapan di grup Whatsapp, sampai dengan sikap Jessica yang diam saja saat Mirna kolaps. Sementara itu, jaksa lainnya menyoroti Jessica yang mengaku dekat dengan Mirna, namun memilih tidak menghadiri pemakaman karibnya tersebut.
"Ada yang ngaku tantenya Mirna. Dia bilang kalau dia tahu ada temannya Mirna yang taruh sesuatu ke kopinya dan kerekam CCTV, sama ada yang lihat," tutur Jessica.
Pernyataan itu membuat psikologis Jessica terganggu. Apalagi dia datang lebih dulu dari Mirna. "Dia menekankan temannya Mirna yang itu. Saya pikir, Mirna kan datangnya sama Hanie, berarti saya, dong. Itu membuat saya enggak nyaman," ucap Jessica.
Karena itu, Jessica akhirnya memutuskan untuk tidak hadir dalam a‎cara pemakaman Mirna. Jessica mengaku masih terganggu dengan pernyataan orang yang mengaku sebagai bibi Mirna yang cenderung menudingnya.
Meski diberondong bertubi-tubi pertanyaan, Jessica tetap terlihat tenang. Bahkan saat jaksa menanyakan perilaku Jessica yang dinilai janggal dan mencurigakan selama menunggu kedatangan Mirna di Kafe Olivier. Tidak tampak keraguan apalagi sikap gugup selama menghadapi jaksa penuntut.
Dia mantap menatap ke arah jaksa. Tidak pernah terlihat sekali pun dia menundukkan kepala atau mengalihkan pandangan ke arah lain. Dengan suara serak Jessica lancar membeberkan jawabannya.
Koordinator penasihat hukum Jessica, Otto Hasibuan, angkat suara terkait sikap yang ditunjukkan kliennya selama menjalani pemeriksaan di persidangan. Otto mengaku tidak pernah memberikan arahan apa-apa terhadap Jessica.
"Ya sebenarnya seperti yang dilihat, saya tidak pernah beri instruksi apa pun kepada Jessica. Saya katakan, kalau you benar, katakan yang sebenarnya karena itu lebih relaks buat dia (Jessica)," ujar Otto di sela skorsing persidangan, PN Jakarta Pusat, Rabu lalu.
Otto mengaku tidak ingin membuat skenario dalam persidangan kasus 'kopi sianida' ini. Dia juga berkali-kali menekankan kepada Jessica agar tidak ‎melakukan kebohongan, agar menjawab sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi.
"Karena kalau skenario dikejar, ke mana pun bisa ditangkap. Kalau orang buat bohong, kebohongan kecil itu ditutupi kebohongan besar. Kebohongan besar akan ditutupi oleh kebohongan yang lebih besar lagi sampai kebohongan itu sendiri bercerita tentang kebohongan itu. Itu bahayanya," kata dia.
Tidak Ingat, Lupa, Tidak Tahu
Di tengah ketenangan Jessica, Jaksa penuntut sempat dibuat naik pitam. Sebab, terdakwa kerap menjawab tidak tahu, lupa, dan tidak ingat di beberapa pertanyaan yang diajukan jaksa.
Menurut Otto, sikap Jessica yang kerap menjawab tidak tahu pertanyaan jaksa merupakan hal yang lumrah.
Seharusnya jaksa kalau ada di BAP (berita acara pemeriksaan) tunjukkan dong, baru dia ingat. Bagaimana Anda ingat kalau sudah beberapa bulan (pemeriksaan). Jadi kalau mau fair, kalau ada di WA (Whatsapp) tunjukkan aja WA-nya," ujar Otto.
Otto menyadari, jawaban 'tidak tahu' yang kerap dilontarkan Jessica sebenarnya merugikan dia sendiri.
"Tadi dia bilang nggak ingat, merugikan dia itu, tapi memang dia enggak ingat. Tapi di WA saya ada, Hanie yang mulai (mengajak pertemuan). Jadi orang enggak bisa dipaksa ingat, jaksa yang harus mengonfirmasi. Jangan berprasangka buruk, ini kejadian kan udah berapa lama," tutur dia.
Otto mengatakan, sebenarnya, terdakwa memiliki hak ingkar dalam persidangan. ‎Ia bisa diam, menolak menjawab, bahkan menolak diperiksa.
"Tapi kita bilang, enggak boleh Jessica. Dia buka apa adanya, it's good. Supaya terang benderang. Kan selama ini dia dituduh macam-macam, biar dia bercerita sendiri," Otto menjelaskan.
Jessica juga bungkam soal teman laki-laki yang tengah dekat dengannya. Bahkan, dalam keterangannya persidangan, Mirna pun tidak mengetahui siapa pria yang tengah menjalin asmara dekat dengan karibnya itu. Meski beberapa kali dipaksa untuk menjawab oleh JPU, Jessica tetap bungkam.
"Dia kan punya etika, masa dia bawa teman-temannya yang di Australia ke pengadilan (persoalan) ini. Kamu mau enggak namanya dibawa-bawa di pengadilan yang enggak ada urusannya? Secara etika itu nggak boleh. Makanya saya puji dia," ucap Otto.
Apa yang disampaikan Jessica saat itu adalah urusan pribadi. Bahwa Jessica bercerita tengah dekat dengan seorang laki-laki bernama Patrick.
"Itu kan di Australia, apa hubungannya dengan di sini. Kan polisi kemarin (John Jesus Torres) juga bilang enggak ada hubungannya dengan pembunuhan Mirna. Ini kan hanya mendegradasi. Ini pembunuhan karakter pada Jessica, sehingga nama Jessica jelek. Faktanya enggak ada bukti sama sekali," Otto menekankan.
Meski jaksa menilai jawaban Jessica berbeda dengan keterangannya pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan rekonstruksi, dia mengaku hal itu disebabkan karena dia mendapat tekanan dari penyidik.
"Saya rasa saya ditekan untuk memberikan jawaban. Kalau (sewaktu) BAP lebih verbal (tekanannya) sih ya, kalau rekonstruksi mental saya benar-benar tertekan," ujar Jessica.
Bukan hanya mengaku merasa ditekan. Dalam pernyataannya, Jessica juga menyindir jaksa yang memberikan tekanan serupa pada dirinya. Seperti tekanan yang didapatinya saat BAP dan rekonstruksi.
"Ya sama seperti Bapak lah (kepada jaksa) untuk memberikan pertanyaan orang lain. Pada saat itu mungkin kosa kata saya tidak selengkap yang sekarang ya," ucap Jessica.
Advertisement
Sel Sempit Kantor Polisi
Meski di awal tegar dan tenang atau bahkan membantah pernyataan-pernyataan Jaksa, namun air mata Jessica Kumala Wongso tiba-tiba mengalir saat menceritakan awal dirinya mendekam di sel tahanan Polda Metro Jaya.
"Di situ cuma ada saya, satu kain, celana pendek. Ada kecoak, kalajengking, lampu yang terang enggak bisa dimatiin, penjaganya bilang 'kamu belum boleh dikunjungi sampai Senin'. Itu Sabtu malam. Kamar mandi juga mengenaskan, kotor, bau, celah hanya ukuran kertas A4," tutur Jessica tak kuasa membendung kesedihannya.
Bukan hanya itu, Jessica pun sempat jatuh sakit dan sampai diperiksa di Bidokkes Polda Metro Jaya. Jessica sakit lantaran tidak ada sirkulasi udara di ruang tahanan.
"Setelah saya sakit baru dipasang exhaust. Kalau hujan bocor, banjir kalau hujan. Saya pernah diperingatkan akan di-bully dengan tahanan lain. Di situ saya merasa sangat takut," ujar Jessica.
Andi Joesoef, pengacara Jessica yang mendampingi saat proses penyidikan mengatakan, sel yang dihuni kliennya berukuran 2 x 3 meter. Sirkulasi udaranya sangat minim, karena tebal dan berlapisnya jeruji besi.
Ruangan itu tepat berada di sisi kiri paling belakang rumah tahanan Polda Metro Jaya. Di dalamnya dihuni Jessica Kumala Wongso, tersangka pembunuh Wayan Mirna Salihin yang tewas usai minum kopi bertabur sianida.
"Enggak ada udara keluar, AC mati. (Posisi sel) dari pintu masuk (rumah tahanan) belok kiri, di paling belakang sebelah kiri. Ruangannya pengap," Joesoef mengungkapkan, Selasa, 2 Februari 2016.
Direktur Tahanan dan Penitipan Barang Bukti (Tahti) Polda Metro Jaya AKB Barnabas menyatakan, sel tahanan Jessica tidak diperlakukan khusus, hanya penempatannya yang dipisah.
"Untuk sekarang memang terpisah. Alasannya, karena memang dia ingin sendiri. Agar bisa konsentrasi terhadap perkaranya dia," ujar Barnabas.
Penempatan terpisah ini untuk menjaga kondisi kejiwaan Jessica. Lingkungan di dalam tahanan jauh berbeda dengan keseharian Jessica sebelumnya.
"Kita menjaga dia agar tidak di-bully. Kemungkinan di-bully kan ada (sama tahanan lain). Bukan di-bully dengan fisik ya, tapi dengan kata-kata. Agar tidak mengganggu psikologis dia," Barnabas membeberkan.
"Dia di ruangan sendiri kan malah enak, kamar mandi sendiri, tempat tidur sendiri. Kalau mau jenguk, memang ada jadwal. Tapi kalau sekarang tergantung penyidik, kalau izin ya kita kasih. Kalau untuk orangtua, pengacara dan keluarga kita izinkan," dia menambahkan.
Cerita Kombes Krishna dan Rayuan Perwira
Dalam pemeriksaan pada Rabu lalu, Jessica bernyanyi terkait perlakuan penyidik kepada dirinya. Nyanyian Jessica menyerat mantan Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Krishna Murti.
Ketika itu, dia yang ditahan di Rutan Polda Metro Jaya didatangi langsung oleh Krishna.
"Saya menjatuhkan harga diri saya untuk turun ke ruang tahanan. Saya bingung menangkap kamu ini gimana, tapi saya yakin dan insya Allah untuk harus tanda tangani surat penahanan kamu di sini," ujar Jessica menirukan ucapan Krishna.
Krishna sempat bercerita bahwa dia sempat menembak mati terduga teroris ketika teror bom di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat terjadi.
"Oh iya saya baru tembak mati teroris," sambung Jessica kembali menirukan Krishna Murti.
Kemudian Jessica melanjutkan, Krishna bahkan sempat memintanya untuk mengaku bahwa dirinya yang menaruh sesuatu di es kopi Vietnam yang diminum Mirna di Kafe Olivier.
"Kamu ngaku aja kamu taruh sesuatu di kopi. Keliatan di CCTV. Paling cuma 7 tahun (hukumannya), dipotong-potong apa sebentar lagi juga keluar," ujar Jessica lagi menirukan ucapan Krishna.
Cerita lain yang dilontarkan Jessica adalah ketika dia sempat menjalani hipnoterapi di ruangan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Krishna Murti.
"Itu sebelum saya jadi tersangka. Lagi BAP. Lalu saya diminta pergi ke ruangan lain, ada beberapa orang. Saya enggak pernah dikenalin siapa," tutur Jessica.
Ketika itu, ia bertemu dengan Kasubdit Jatanras yang saat ini menjabat Wakil Direkur Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Herry Heriawan. Jessica pun mengaku sempat diperiksa oleh Herry.
"Saya ingat ada Bapak Herry Heriawan. Saya disuruh duduk, ditanya-tanya beberapa pertanyaan. Tidak lama kemudian saya mendadak lemas. Saya ditanya, hanya boleh jawab pakai tangan, tidak boleh pakai mulut. Lama-lama saya tidak sadar total," ujar Jessica berurai air mata.
Namun, Jessica mengaku kaget dengan pertanyaan yang dilontarkan Herry Heriawan ketika itu. Sebab, pertanyaan tersebut di luar konteks penyidikan.
"Terus saya bangun, saya cuma bingung saja. Ada satu orang depan saya melototin saja. Setelah itu saya bingung saja. Saya ke ruangan lain. Itu sudah malam. Kemudian saya cuma dapat komentar dari Pak Heriawan, kamu pacaran butuh yang seagama atau tidak, kamu tipe saya banget," Jessica Kumala Wongso menceritakan kisahnya.
Meski mengaku sedih dengan apa yang dilakukan polisi kepada dirinya, Jessica mengaku tidak dendam dengan perlakuan yang dia terima dari polisi.
"Tidak, saya malah mendoakan mereka. Terserah mereka mau ngapain, itu urusan mereka dengan yang di atas. Waktu itu terjadi saya sedih, setelah itu saya sudah terima, positif lagi, ya udah saya doain mereka," tutur Jessica Wongso.
Advertisement
Strategi Penyidik
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian merespons "nyanyian" Jessica Wongso di persidangan kemarin. Menurut Tito, pernyataan yang diungkapkan oleh Jessica di muka sidang adalah hak dari terdakwa.
Yang jelas, setiap penyidik memiliki cara yang berbeda-beda dan bervariasi dalam mengungkap suatu kasus. Begitu juga saat penyidik meminta keterangan. Baik itu kepada saksi maupun tersangka.
"Kita lihat dulu hasil sidangnya ya. Penyidik itu memiliki banyak trik ya untuk melakukan mulai pendekatan dalam rangka membuat tersangka mengaku," kata Jenderal Tito di rusun Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, Kamis, 29 September 2016.
Tito melanjutkan, memang dalam penindakan kasus atau pengungkapan kasus keterangan atau pengakuan tersangka tidak menjadi tujuan yang dominan saat penyidik bekerja.
"Dalam praktik kadang-kadang jarang ada tersangka yang mengakui," ia menambahkan.
Sidang digelar hingga Kamis dinihari, 29 September 2016. Agenda selanjutnya adalah jaksa akan membacakan tuntutan pada 5 Oktober 2016. Setelah itu, terdakwa dan penasihat hukum diberikan kesempatan menyampaikan nota pembelaan (pleidoi) pada Rabu, 12 Oktober mendatang.
Sebelumnya, majelis pernah menyatakan bahwa perkara Jessica akan diputuskan sekitar 21 Oktober 2016. Putusan harus diberikan maksimal 10 hari sebelum masa penahanan terdakwa habis. Masa penahanan Jessica Wongso di Rumah Tahanan Wanita Pondok Bambu, Jakarta Timur, akan habis pada 3 November 2016.
Setelah melalui beragam episode persidangan dan serangkaian pemeriksaan, akankah tewasnya Wayan Mirna Salihin terungkap di meja hijau?