Liputan6.com, Jakarta Komisi IX DPR RI mendesak pemerintah untuk melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) pelaksanaan UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan kedokteran (Dikdok) sesuai dengan amanat putusan Mahkamah Konstitusi Nomer 122/PUU-XII/2014.
Demikian isi salah satu kesimpulan yang di bacakan Wakil Ketua Komisi IX Saleh Daulay saat memimpin RDP dengan Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusis Kesehatan Kemenkes, Dirjen Pembelajaraan dan Kemahasiswaan Kemenristek, Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Pengurus IDI, Pengurus Penghimpunan Dokter Umum Indonesia, dan Pengurus Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran di Gedung DPR, Senayan, Rabu (28/09/2016).
Keterlibatan seluruh pemangku kepentingan dinilai penting, karena dalam pembahasan Dokter Layanan Premier (DLP) ini menurut Saleh banyak rekan dokter yang merasa keberatan, dan minta untuk diberhentikan karena berpotensi memancing terjadinya konflik horizontal antara dokter umum non DLP dan dokter umum DLP.
Advertisement
“Memanga program DLP ini, telah terjadi konflik antara IDI, Kemenkes, serta Kemenreistek Dikti. Agar tidak terjadi semakin buruk regulasinya kesehatan nasional, maka saya meminta pihak terkait untuk saling menaha diri, duduk bersama sambil mencari solusi yang lebih rasional dan realistis,”ujarnya.
Ditempat yang sama, Anggota Komisi IX Elva Hartati menilai jika dalam pembahasan ada pihak terkait yang merasa keberatan, komisi IX akan melakukan revisi UU nomor 20 Tahun 2013 tentang Dikdok tesebut.
“Memang saat ini dokter masih kurang, tapi kalau program DLP ini ternyata menyebabkan gejolak, kami akan coba cari solusinya duduk bersama dengan stakeholders, apalagi beberapa pihak merasa hal ini justru memakan biaya yang lebih besar,”tuturnya.
Elva memandang, memang pendidikan itu baik namun untuk sekarang ini kurang tepat, pasalnya dalam memenuhi kebutuhan pelayanan saja masih kurang.
“Kalau ditambah pendidikan lagi ini akan menambah panjang saja mata rantai pendidikan kedokteran," pungkasnya.
(*)