Liputan6.com, Jakarta - Industri kretek terkesan hendak dipersulit. Dari hilir maupun dari hulu. Industri kretek semakin dikekang di satu sisi, dan di lain sisi petani tembakau disingkirkan. Rancangan Peraturan Pemerintah Antitembakau sedang digodok. Peraturan-peraturan tentang kretek dan tembakau yang sulit dipenuhi oleh industri kretek dan petani tembakau akan diundangkan.
Ia seperti mercon dalam kretek yang kita hisap. Tinggal menunggu waktu saja kapan meledaknya. Lalu, hancurlah wajah kita: para petani tembakau.
Baca Juga
Kesehatan selalu jadi alasan. Penyelamatan manusia dari kepunahan senantiasa menjadi dalih. Rokok jadi pembunuh nomor satu, kata orang-orang Amerika. Kretek begitu juga, kata orang-orang yang mengimani tanpa repot-repot membaca dan berkaca.
Advertisement
Tembakau jadi penjahat bagi mereka yang tak mengisapnya. Jadi alat pemiskinan bagi yang mengisapnya. Tembakau juga dianggap mengapungkan kesejahteraan semu, palsu, dan menipu. Industri rokok kretek disebut menciptakan kemiskinan absolut.
Mereka tak menghiraukan bahwa kretek adalah penyumbang cukai terbesar bagi republik ini; industri rokok selalu jadi 10 besar industri yang diprioritaskan; setoran benda bernikotin itu memberikan lebih dari 1% PDB Indonesia; perusahaan rokok adalah salah satu pembayar pajak terbesar untuk negeri ini; tembakau, tanpa dikurangi tak juga dilebih-lebihkan, menghidupi tak kurang dari 24 juta jiwa rakyat Indonesia, bahkan lebih.
Dan, jelas mereka tak peduli kalau tembakau adalah hampir satu-satunya nyawa petani tembakau dan anak istrinya, perajin keranjang dan keluarganya, penjual debog pisang dan tanggungannya, bakul gula dan para anak buahnya, kuli cangkul dan teman-temannya, tukang ranjang dan kawan-kawannya, juru jemur, sopir-sopir truk, ojek pupuk kandang, penebang bambu, sales obat pertanian, buruh pabrik rokok, pedagang asongan, hingga penjaga warung kaki lima.
Alasan kesehatan, yang selalu didengung-dengungkan itu, hanyalah dalih. Itu adalah cara imperialisme model baru memasuki negeri kita, dan diam-diam mencaploknya. Framework Convention of Tobacco Control (FCTC) adalah bajunya.
Namun dibalik jubah itu, tak lain dan tak bukan adalah korporasi farmasi multinasional, perusahaan-perusahaan raksasa yang memproduksi rokok putih ala Amerika, dan rezim kesehatan fasis berskala global. Mereka hendak memaksa seluruh Negara di dunia mencampuri urusan pribadi warganya.
Mereka menebar ketakutan kepada seisi jagad raya bahwa nikotin adalah salah satu sarana yang mempercepat datangnya akhir dunia.
Perlawanan di Atas dan di Bawah
Indonesia memang belum masuk Negara yang meratifikasi FCTC. Namun sebuah RPP, dengan premis-premis dan detil-detil yang dicontek habis-habisan dari FCTC, sedang berderap maju menjadi PP. Namanya Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), sebagai sebuah organisasi yang jadi wadah petani tembakau seluruh Indonesia, telah sekuat tenaga mencegah disahkannya RPP itu jadi PP. Sebab, RPP itu adalah lonceng kehancuran bagi industri kretek dan malaikat maut bagi petani tembakau.
Tak akan membiarkan Negara membunuh rakyatnya sendiri (24 juta jiwa yang bergantung pada industri hasil tembakau), APTI dan segenap stakeholders yang peduli dengan nasib petani tembakau akan melakukan upaya-upaya legal formal untuk mencegah disahkannya RPP itu.
Namun apa yang dilakukan itu tak akan cukup. Upaya mendeskreditkan tembakau dan kretek telah merembes jauh ke bawah. Di tingkat pusat, pengesahan RPP Tembakau memang tersendat-sendat. Namun, di bawah, persepsi buruk tentang tembakau sudah kadung berkembang.
Pemerintah-pemerintah daerah, dengan alasan yang sembarangan dan pertimbangan-pertimbangan yang parsial, ikut menggebu dan dan kadang-kadang membabi buta mengeluarkan perda-perda anti tembakau.Ya, mungkin mereka ingin dianggap sekelas Michael Bloomberg, Walikota New York, AS, yang menjadi donator di lembaga-lembaga di Indonesia agar melaknat kretek dan tembakau.
Pun begitu, LSM-LSM, lembaga-lembaga kajian, institusi-institusi pendidikan, melalui iklan dan akses yang tak terbatas terhadap media massa, menggempur opini publik untuk menempatkan tembakau dan industri ikutannya berada dalam posisi pesakitan.
Alhasil, anjuran-anjuran yang mendeskreditkan tembakau pun serempak bermunculan. Sugesti bahwa rokok dengan kadar tar dan nikotin rendah lebih sehat dan lebih keren mendominasi media penyiaran kita.
Kampanye kota dan desa bebas rokok dicanangkan di mana-mana, bujukan dan rayuan –sering dengan iming-iming kredit dan bantuan—agar petani tembakau beralih ke komoditas lain pun tak henti-henti dilancarkan. Ini jelas menjadi ancaman paling riil bagi petani tembakau di tingkat paling bawah. Untuk menghadapi itu, Laskar Kretek didirikan.
Laskar Kretek sebagai Bentuk Perlawanan
Kata “laskar” identik dengan sejarah perjuangan bangsa ini. Pada masa Perang Kemerdekaan, istilah “laskar” dilekatkan pada kelompok-kelompok yang berada di garda terdepan perlawanan rakyat Indonesia pada usaha kaum imperialis yang berniat menguasai kembali negeri tercinta kita.
Laskar bambu runcing, misalnya. Maka, jika kaum imperialis ingin menjejakkan kembali kaki-kaki kotornya, yang harus mereka langkahi pertama kali adalah mayat para angota laskar.
Tentu tak seberat tugas yang mesti dipikul para anggota laskar pada masa Perang Kemerdekaan. Namun, Laskar Kretek, sebagai wadah para pemuda petani tembakau, dengan kesadaran penuh mengambil semangat perlawanan para pejuang kemerdekaan dalam perjuangan melawan penjajahan jenis baru, imperialisme dengan gaya yang berbeda.
Satu bentuk imperialisme yang hendak mencaplok kedaulatan ekonomi Indonesia dan kemerdekaan para petani. Meski tanpa tank-tank atau mortir, penjajah-penjajah itu masuk ke negeri ini dengan maksud merampas kekayaan budaya dan ketahanan ekonomi Indonesia.
Laskar Kretek adalah barisan simpatik yang mengajak masyarakat untuk mencintai produk-produk Indonesia, khususnya kretek. Laskar Kretek adalah kelompok pemuda yang nantinya akan bergerak di lapangan, menjadi barisan depan yang menghadapi berbagai bentuk diskriminasi terhadap petani dan produk tembakau, yang antara lain diwujudkan pemerintah dalam bentuk RPP Tembakau dan lahirnya perda-perda antirokok di daerah-daerah.
Laskar Kretek adalah garda terdepan yang bertugas menjelaskan kepada masyarakat bahwa kampanye antirokok, di satu sisi adalah peluru yang dibidikkan langsung ke jantung kretek, tapi di sisi lain jadi jalan lempang bagi masuknya rokok putih produk asing dan tembakau impor.
Laskar Kretek akan menjadi corong paling kencang bagi sampainya informasi ke masyarakat bahwa ada kepentingan industri farmasi dan perusahaan rokok internasional dalam isu kesehatan.
Laskar Kretek adalah juga pernyataan paling keras dari petani tembakau bahwa, sesuai dengan UU No. 12 Tahun 1992, petani memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudidayaan.
Laskar Kretek adalah teriakan lantang petani tembakau yang menyatakan bahwa tembakau harus terus ditanam dan kretek harus diselamatkan, sebagai wujud nyata dari kedaulatan, kemandirian, dan harga diri petani tembakau Indonesia. Karena menyelamatkan kretek sama artinya dengan menyelematkan Indonesia.
(Adv)