Sukses

Calon Hakim Ad Hoc Tipikor Seperti Ini Bakal Langsung Dicoret

Tim pansel berkomitmen untuk menomorsatukan kualitas dibanding hanya kuantitas.

Liputan6.com, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil menemui Hakim Agung Artidjo Alkostar yang juga Ketua Tim Panitia Seleksi (Pansel) Hakim Ad Hoc Tipikor. Dalam pertemuan itu, koalisi melaporkan hasil penelusuran rekam jejak terhadap para calon hakim.

Peneliti ICW Aradila Caesar mengatakan, dalam pertemuan itu memang ada kesepakatan terkait kriteria dari para calon hakim yang akan mengikuti seleksi. Mengingat hasil penelusuran koalisi menunjukkan banyak calon hakim tidak memenuhi syarat.

"Dari pertemuan tadi memang disepakati beberapa hal, terutama indikator yang kita pakai. Misalnya calon yang pernah menjadi caleg. Walaupun sudah tidak menjadi pengurus partai lagi, tapi menjadi caleg pada Pemilu 2014. Pak Artidjo juga sepakat dicoret karena ini persoalan independensi," kata Aldi, sapaan akrab Aradila Caesar, di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (10/10/2016).

Menurut Aldi, orang yang pernah menjadi pengurus partai atau mencalonkan diri sebagai anggota legislatif perlu memiliki jeda lebih lama. Sehingga keterkaitan dirinya dengan partai politik bisa terlepas.

"Idealnya ada jeda beberapa tahun untuk tidak menjadi calon hakim ad hoc tipikor agar dia melepaskan diri dari parpol, identitasnya, pakaiannya dan sebagainya. Tentu tahun 2014 ke 2016 tidak lama. Masih ada ikatan batinlah kalau kita bilang dengan parpol tertentu," jelas Aldi.

Selain itu, hakim yang diketahui bermasalah integritasnya juga dipastikan langsung dicoret. Calon hakim yang terlihat hanya mencari kerja, 'lompat pagar' dari hakim PHI juga tidak akan dipilih pansel.

"Tentu orang ini cari peruntungan menjadi hakim tipikor. Misalnya pernah menerima suap selama bekerja, kalau dia pejabat negara PN, hakim PN, pensiunan PNS. Pekerjaanya tidak relevan dengan hakim tipikor. Misalnya karyawan bank, karyawan BUMN PT Pos, ada. Misalnya riwayat pekerjaanya tidak punya korelasilah," tutur Aldi.

"Dia punya riwayat kerja di perusahaan HRD dan sebagainya, dicalonkan oleh serikat pekerja oleh perusahaan, jadi hakim PHI (Pengadilan Hubungan Industrial), masa kerja habis dan loncat jadi hakim tipikor. Itu juga Pak Artidjo sepakat tidak dilanjutkan lagi," tutur Aldi.

Sementara Kepala Divisi Monitoring MaPPI FHUI Muhammad Rizaldi mengatakan, tim pansel hakim ad hoc juga diharapkan tidak hanya mengejar kuota hakim, sehingga melupakan kualitas. Tim pansel juga berkomitmen menomorsatukan kualitas dibanding hanya kuantitas.

"Komitmen dari pak Artidjo sebenarnya beliau menyepakati targetnya bukan kuantitas terkait jumlah dan sebagainya. Ada komitmen dari pansel untuk mendahulukan kualitas integritas dan independensi," kata Aldi.

Soal jumlah, ia menambahkan, Koalisi Masyarakat Sipil sudah memberikan tanda berupa warna merah kuning dan hijau untuk para calon hakim ad hoc tipikor.

"Kita juga merekomendasikan tidak hanya kita bilang hakim yang perlu diwaspadai. Cuma jangan sampai seleksi mementingkan target-target tertentu sehingga mengurangi kualitas seleksi," pungkas Aldi.