Sukses

Heboh Jerat Narkoba Perwira Polisi dan Legislator Pesta Sabu

Perwira pertama tertangkap bawa sabu dan ekstasi langsung rekomendasi pecat, sementara pemeras bandar masih aktif berdinas.

Liputan6.com, Jakarta Jeratan narkoba tidak pandang bulu dan strata sosial. Mereka yang tidak tahan godaan siap-siap saja masuk dalam perangkapnya.

Seperti yang dialami dua perwira polisi AKBP KPS. Mantan Kapolres di Kepulauan Riau ini diduga memeras bandar narkoba jaringan Freddy Budiman. Uang yang dimintanya terbilang besar, Rp 688 juta.

Temuan itu berdasar hasil penelusuran Tim Pencari Fakta Gabungan (TPGF) sebagai respons testimoni terpidana mati Freddy Budiman, soal keterlibatan aparat dalam praktik narkoba.

Keterlibatan KPS sendiri saat dirinya menjabat sebagai Kepala Unit sebuah Sub Direktorat Tindak Pidana Narkotika Bareskrim Polri.

Beberapa penghargaan dia dapat dari Kabareskrim saat itu, Komjen Budi Waseso atau Buwas, karena pengungkapan pabrik sabu di LP Narkotika Cipinang. Pabrik tersebut diotaki Freddy Budiman. Dia juga membongkar peredaran narkotika CC4.

Kepala Bareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto mengaku saat ini pihaknya masih menunggu hasil penyelidikan Propam terhadap perwira menengah tersebut.

"Proses awalnya di Propam dan kami belum menerima limpahan pidananya," kata Ari Dono saat dihubungi Liputan6.com, Senin 10 Oktober 2016.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, KPS terancam dipecat dari Polri karena penyalahgunaan wewenangnya.

"Oknum yang melakukan penyalahgunaan wewenang kerap terjadi. Yang terpenting, institusi sudah punya sistem punishment and reward, siapa yang berbuat, dia bertanggung jawab. Jadi ya, semua mekanisme umum yang berlaku pada anggota," kata Boy di kompleks Mabes Polri, Jakarta, kemarin.

"Risikonya dia diberhentikan, diproses hukum, diajukan ke pengadilan," Boy menambahkan.

Ancaman Pecat

Beberapa waktu lalu, seorang perwira pertama kepolisian dengan pangkat Ajun Komisaris Polisi atau AKP Sunarto terjaring razia di diskotek Mille's, Mangga Besar, Jakarta Barat. Sunarto berdinas di Polres Metro Tangerang Kota. Saat dirazia dia kedapatan menyimpan paket kecil sabu dan dua butir ekstasi.

Terkait kasus yang menjerat Sunarto, Polda Metro Jaya tegas menyatakan rekomendasi pemecatan Sunarto.

"Yang bersangkutan terancam terbukti menggunakan sabu, rekomendasi PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat)," ujar Awi di Mapolda Metro Jaya, Senin 10 Oktober 2016.

Awi menjelaskan, Propam Polres Metro Jakarta Barat mendapati S tengah membawa sabu 0,24 gram dan dua butir ekstasi saat ditangkap. Setelah menjalani tes urine, S terbukti positif mengonsumsi narkoba.

"Setelah kami lakukan pemeriksaan positif, tentunya yang bersangkutan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya," tegas dia.

Kasus ini pun berimbas pada penutupan Diskotek Mille's oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Kasus yang sempat geger adalah pemerasan terhadap bandar narkoba di Bandung. Peristiwa tersebut melibatkan AKBP Pentus Napitu yang saat itu menjabat kepala unit di Sub Direktorat tindak pidana narkoba.

Tidak tanggung, dia meminta Rp 5 miliar agar kasus yang menjerat bandar di Bandung tidak masuk ranah hukum. Namun, perilaku korup Pentus tercium. Proses hukum berjalan. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhi kurungan penjara 4 tahun 8 bulan untuk Pentus.

Menindaklanjuti itu, Mabes Polri langsung memecat Pentus yang sudah dinyatakan bersalah oleh pengadilan.

Anggota DPRD Pesta Sabu

Di Sumatera Barat, anggota DPRD Padang Pariaman, Yanuar Bakrie, terekam tengah pesta sabu bersama seorang rekannya. Video rekaman itu menjadi viral di media sosial. Terang saja karena yang di video tersebut merupakan pejabat publik yang dipilih oleh masyarakat.

Meski demikian, Yanuar menyatakan tidak tahu yang dikonsumsinya itu sabu.

"Sedikit saya luruskan, saya tidak tahu jenis barangnya. Saya sudah sampaikan dengan BNN dan saya bersebelahan dengan teman, dan teman saya juga tidak mengetahui barang itu apa. Jadi, kalau tadi dijelaskan atau dijabarkan jenis barangnya A dan B segala macamnya, saya tidak mengetahui sama sekali," kata politikus Partai Demokrat ini di Markas BNN, Jakarta Timur, Senin 10 Oktober 2016.