Liputan6.com, Jakarta - Terorisme kerap dikaitkan dengan Islam. Islam kerap disebut-sebut mengajarkan kekerasan. Namun Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan, Islam adalah agama yang toleran dan santun.
"Islam moderat dikembangkan secara santun sukarela tidak ada paksaan, Islam yang toleran tidak ego dan fanatik," ujar Ketua MUI KH Ma'ruf Amin, dalam seminar bertajuk "Deradikalisasi, Kewaspadaan Nasional, dan Peran Serta Pemerintah" di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, Selasa (11/10/2016).
Baca Juga
Ma'ruf menjelaskan, terkait mereka yang berbeda pandangan dan keyakinan, Islam sendiri menyakini sebuah prinsip lakum dinukum waliyadin yang berarti untukmu agamamu dan untukku agamaku.
Advertisement
Penerapan prinsip tersebut, kata Ma'ruf, tidak sebatas untuk mereka yang berbeda agama, namun juga sesama Muslim yang berbeda mazhab dan berbeda ideologi partai.
"Juga misal berbeda mazhab atau pun juga berbeda partai. Kita juga membangun prinsip saling menyayangi dan bukan saling membenci," kata dia.
Karena itu, Ma'ruf mengimbau umat beragama, khususnya umat muslim, untuk terus membangun rasa saling menyayangi antar umat.
"Mari membangun ukhuwah islamiyah, prinsip persaudaraan sesama umat manusia, atau istilah populernya mawadah warahmah atau saling menyayangi," tutur Ma'ruf.
Media Lebih Hati-hati
Sementara, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suhardi Alius mengatakan, peran media sangat besar dalam 'membesarkan' terorisme. Menurut dia, terorisme semakin menakutkan karena cara media yang kurang berhati-hati memberitakan terorisme.
"Saya izin ke Pak Wiranto untuk mengumpulkan para pemimpin redaksi, untuk menerangkan bagaimana cara memberitakan terorisme agar tidak semakin massif," kata dia pada kesempatan yang sama.
Menurut Suhardi, jika media salah memberitakan, para pengikut paham radikalisme bisa makin ganas dan beringas, karena balas dendam.
"Operasi Tinombala beberapa waktu lalu, foto pelaku yang ditembak mati bisa menyebar secara viral dan menjadi ekspose besar di media. Lalu dilihat para pengikut yang masih tersisa bahwa ketua mereka telah menjadi korban. Bukannya takut malah sebaliknya, mereka menjadi marah dan dendam," papar dia.
Karenanya, Suhardi mengimbau agar para jurnalis yang melaporankan informasi menggunakan foto, agar berhati-hati dalam memberitakan. "Jangan sampai menjadi viral yang malah membuat mereka (para teroris) makin ganas," tandas Suhardi.