Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta Kejaksaan Agung dan Mabes Polri untuk menelusuri keberadaan dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan Munir. Pencarian data ini dilakukan untuk mengetahui adakah yang masih bisa didalami dari kasus itu.
Namun, Kementerian Sekretaris Negara mengatakan dokumen TPF itu tak diarsipkan oleh pemerintah sebelumnya. Dokumen tersebut hanya diserahkan kepada Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Koordinator Kontras Haris Azhar mengaku curiga dengan pernyataan tersebut. Dia mengatakan hal ini terkesan melimpahkan masalah hilangnya dokumen TPF Munir kepada SBY.
Advertisement
"Saya curiga, mau melimpahkan masalah ini ke SBY. Seolah-olah itu masalahnya rezim SBY. Yang harus umumkan SBY. Kalau bahannya hilang, yang itu kesalahan SBY," ucap Haris ketika dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (14/10/2016).
Dia menegaskan, kesalahan siapa pun itu, dokumen TPF Munir harus dibuka.
"Kita enggak mau tahu. Pemerintah ya tetap satu, dulu (SBY) atau sekarang (Jokowi). Tetap punya tanggung jawab," cetus Haris.
Namun saat ditegaskan apakah pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla bisa langsung mencari salinan dokumen TPF Munir? Dia hanya mengatakan, "Bukan soal salinannya. Ini soal kewajiban negara memberikan dan membuka ke publik. Beda dengan warga biasa yang buka. Ini tanggung jawab negara."
Sebelumnya, Komisi Informasi Pusat (KIP) memutuskan untuk meminta Kementerian Sekretaris Negara membuka hasil pemeriksaan TPF Munir. Hanya saja, Kemensetneg bersikukuh tidak memiliki data yang diminta itu.
Asisten Deputi Hubungan Masyarakat Kementerian Sekretariat Negara Masrokhan memastikan pihaknya tidak memiliki dokumen yang diminta dalam sengketa informasi publik yang digugat oleh Kontras. Hal itu juga sudah disampaikan pada persidangan di KIP.