Liputan6.com, Jakarta Sudah lama diketahui bahwa di DKI Jakarta dan sekitarnya banyak terdapat situs arkeologi prasejarah. Termasuk di antaranya di Condet, Jakarta Timur. Gubernur Ali Sadikin bahkan telah menetapkan Condet sebagai daerah cagar budaya Betawi melalui SK Gubernur No D.IV-1V-115/e/3/1974.
Penetapan ini dilakukan setelah kerja penggalian arkeologis yang dilakukan oleh Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta, bekerja sama dengan Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional--yang sekarang telah berubah namanya menjadi Pusat Arkeologi Nasional—maupun dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Baca Juga
Dr Hasan Djafar, tim ahli epigrafi dan sejarah kuno Indonesia, dalam sebuah diskusi yang diadakan komunitas Betawi Kita bertajuk “Orang Betawi dan Condet” pada 16 Oktober 2016 di Rumah Langit, Kampung Tengah, menyatakan situs-situs prasejarah itu membentang sepanjang DAS Ciliwung dari daerah Karawang hingga Bogor, meliputi situs Pejaten, Pasar Minggu; Situs Balekambang, Cililitan; situs Lenteng Agung; situs Kelapa Dua, Depok; dan situs Buni, Bekasi.
Advertisement
"Di Jakarta sendiri kira-kira ada 50-60 situs. Ini diketahui karena umumnya manusia prasejarah itu hidup berkelompok," ujar Hasan Djafar.
Situs di Condet sendiri, ujar anggota tim ahli cagar budaya nasional ini, memiliki kesamaan dengan situs yang ada di Bekasi yang ditemukan pada tahun 1937.
Situs Condet Balekambang pertama kali disurvei pada 1976 oleh Dinas Museum dan Sejarah Jakarta, yang kemudian berlanjut dengan usaha penggalian pada 1979. Dari upaya itu, ditemukan pecahan gerabah berhias dan yang tak berhias, pecahan beliung persegi, pecahan cetakan, serpihan batu, batu fosil, terakota, dan sebuah alat besi berbentuk parang.
Hasan Djafar menyebut dari artefak yang ditemukan, besar kemungkinan masyarakat Condet telah memasuki fase bercocok tanam dan lalu perundagian sejak 3000 SM-1000 SM.
“Memang agak terlambat dibanding daerah lain di pantai utara Jawa yang memulai sejak 6000 SM. Tapi itu karena terjadinya kipas aluvial sebagai pembentuk Kota Jakarta baru ada sejak 5000 SM,” kata Hasan.
Meski tidak bisa memastikan dengan pasti kapan masyarakat asli Jakarta memulai kehidupan berburu —yang satu tingkat sebelum masa bercocok tanam—Hasan Djafar menegaskan pernah ditemukan sebuah mata panah dari serpihan baru di Kampung Keramat.
"Hal ini, mengindikasikan pula adanya kegiatan perburuan di Sungai Ciliwung," jelas Hasan
Karakteristik Masyarakat Condet dan Penetapan Cagar Budaya
Berdasarkan fosil yang ditemukan di situs sepanjang Sungai Ciliwung, Hasan Djafar mengatakan nenek moyang orang Betawi berasal dari ras Mongoloid.
"Sebenarnya cara mengetahuinya sekarang gampang saja. Tinggal uji DNA kita dengan DNA yang ada dalam fosil, lalu dilihat seberapa banyak kemiripannya," tutur dia.
Manusia dari ras inilah yang, menurut Hasan Djafar, membangun hubungan dengan Kerajaan Tarumanegara, lalu menerima pengaruh Hindu/Buddha.
"Sebenarnya di kelompok mereka juga sudah ada pemimpin kelompok dan pembagian tugas. Jadi peradabannya cukup maju. Bahkan ikut mempengaruhi dalam hubungan dengan Tarumanegara," Hasan menjelaskan.
Dalam kesempatan yang sama, Hendy selaku tokoh masyarakat Condet mengkritisi penetapan Condet sebagai situs cagar budaya yang gagal. Ia menyebut kebijakan peninggalan Gubernur Ali Sadikin itu kini tak jelas juntrungannya.
Menanggapi hal itu, JJ Rizal, sejarawan Betawi, menegaskan niat baik Bang Ali terhadap penetapan Condet sebagai cagar budaya musti dihargai.
"Sebab meski mungkin usahanya tak berjalan lancar lantaran Bang Ali keburu dicopot, Bang Ali adalah satu-satunya gubernur yang bukan orang Betawi tapi mau mendekat kepada orang Betawi dan memajukan Betawi," kata dia menandaskan