Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Raoul Aditya Wiranatakusumah melakukan suap ‎kepada eks Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Muhammad Santoso. Duit suap sebesar SGD 28 ribu terkait perkara perdata antara PT Mitra Maju Sukses (MMS) melawan PT Kapuas Tunggal Persada (KTP). Raoul merupakan pengacara PT KTP.Â
Dalam dakwaannya, Raoul memberi suap itu agar Santoso bisa melobi Majelis Hakim perkara perdata ini. Majelis Hakim perkara itu diketuai Partahi Tulus Hutapea dan salah satu anggotanya, Casmaya. Partahi diketahui saat ini tengah menangani perkara pembunuhan dengan terdakwa Jesisca Kumala Wongso di PN Jakpus.
"Pemberian itu bertujuan agar Raoul dapat mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepada hakim untuk diadili," kata Jaksa Iskandar Marwanto dalam dakwaannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (19/10/2016).
Baca Juga
Suap ini berawal ketika Raoul mengontak Santoso pada 4 April 2016 ketika persidangan memasuki agenda pembuktian. Kepada Santoso yang menjadi panitera pengganti, Raoul menyampaikan keinginannya memenangkan perkara ini. Dalam hal ini Majelis Hakim menolak gugatan PT MMS.
Advertisement
Dalam kontak telepon itu, Raoul disarankan agar menemui langsung Partahi selaku Ketua Majelis Hakim. Namun, karena Partahi tidak sedang di ruangan, Raoul menemui Casmaya, Anggota Majelis Hakim‎ pada 13 April 2016.
Kemudian pada awal Juni 2016, Raoul mengenalkan Yani kepada Santoso. Dia kemudian 'mendelegasikan' Yani untuk berkomunikasi dengan Santoso terkait perkara PT MMS versus PT KTP itu.
Esoknya, Raoul dan Santoso bertemu. Dia menjanjikan memberi uang SGD 25 ribu untuk Majelis Hakim dengan catatan gugatan PT MMS diputus ditolak. Santoso juga akan kena cipratan sebanyak SGD 3 ribu. Sehingga total uang suapnya SGD 28 ribu.
Siang harinya, Raoul meminta Yani mengonfirmasi lagi perkara perdata ini kepada Santoso. Santoso merespon kalau 'prosesnya' positif. Dimana pengaturan soal PT MMS ditolak telah disepakati.
Pada pertengahan Juni 2016, Raoul menemui Partahi di PN Jakpus. Di situ keinginannya memenangkan perkara disampaikan ke Partahi. Untuk itu, Raoul berjanji memberi SGD 25 ribu jika keinginannya diwujudkan. Partahi pun menyepakati hal tersebut.
"Atas penyampaian tersebut, Partahi mengucapkan terima kasih dan mengatakan, 'Nanti saja setelahnya'," ujar Jaksa Iskandar.
Majelis Hakim yang diketuai Partahi kemudian memutus menolak gugatan PT MMS. Santoso pun langsung mengontak Raoul soal janji itu, sebab Casmaya sudah menagihnya.
Raoul kemudian memberi Rp 300 juta kepada Yani yang kemudian ditukarkan ke mata uang dolar Singapura menjadi SGD 30 ribu. Yani kemudian diperintahkan memecah uang tersebut menjadi dua bagian, SGD 25 ribu untuk hakim dan SGD 3 ribu untuk Santoso. Sementara SGD 2 ribu dikantongi Yani.
Beberapa jam usai putusan, Yani memberikan uang SGD 25 ribu dan SGD 3 ribu dalam dua amplop terpisah dengan kode 'HK' yang berarti untuk hakim Partahi dan Casmaya, serta 'SAN' yang berarti untuk Santoso.‎ Setelah menerima duit haram tersebut, Santoso kemudian ditangkap tangan oleh Tim Satgas KPK saat tengah menumpang ojek motor di perempatan lampu merah Matraman, Jakarta Timur.
Atas perbuatannya, Raoul dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP‎.