Sukses

Jaksa Agung: Pelaku Pungli Bisa Dijerat Pasal Korupsi

Sanksi hukum tengah disiapkan bagi para pelaku pungli.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengumpulkan gubernur se-Indonesia di Istana Negara. Pada pertemuan tertutup itu, Jokowi kembali menegaskan keseriusan pemerintah dalam memberantas pungutan liar (pungli).

Hal tersebut diungkapkan Jaksa Agung M Prasetyo. Dia mengatakan pungli yang sudah mendarah daging dalam sebuah lembaga/institusi sangat menyengsarakan rakyat. Pungli bisa menghambat laju perekonomian hingga peradilan.

Oleh karena itu, sanksi hukum tengah disiapkan bagi para pelaku pungli.

Bila dilihat lebih dalam, pungli bukan sekedar pelanggaran hukum biasa. Prasetyo menggolongkan pungli sebagai tindakan korupsi, selain pasal pemerasan.

"Hampir mirip seperti itu (pemerasan) bahkan saya bisa katakan pungli itu bisa dikatakan sebagai korupsi. Ada Pasal 12 E di sana ancaman hukumannya 4 tahun minimal," ujar Prasetyo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/10/2016).

Namun, dia mengingatkan, ada perbedaan antara pungli dan suap. Hal ini juga harus dimengerti oleh para penegak hukum dan kepala daerah. Mengingat, kepala daerah juga akan dilibatkan dalam tim saber pungli.

Pungli terjadi ketika petugas dan penyelenggara pemerintahan yang memiliki kekuasaan meminta sesuatu kepada warga yang berkaitan dengan kewenangannya. Orang yang memberi uang pun dalam keadaan terpaksa.

Sementara, suap merupakan persekongkolan antara kedua belah pihak dengan tujuan tertentu. Para korban pungli pun tidak perlu takut melaporkan kepada aparat dan tim saber pungli. Penentuan hukuman pun nantinya harus memperhatikan kasus yang tengah ditangani.

"Tentu kita tidak bisa generalisasi kita lihat case by case seperti apa. Tapi bagaimana pun pungli ini harus diberantas karena praktik pemerasan seperti ini. Orang katakan membudaya, masif, menahun, akhirnya tentunya banyak dampak negatif yang ditimbulkan. Pertama akan menurunkan ekonomi, kedua bisa saja arus lalu lintas barang terganggu bisa juga penyelesaian perkara bertele-tele, putusan bisa dimainkan. Itu perlu diteliti satu per satu," pungkas Prasetyo.