Sukses

Kisah Adik Bungsu Polisi Jadi Teroris

Sang kakak yang merupakan anggota polisi sudah berusaha keras agar adiknya tak terseret ideologi garis keras.

Liputan6.com, Jakarta - Sultan Aziansyah pamit untuk pergi ke Jakarta karena menerima panggilan kerja. Pagi buta, sekitar pukul 05.30 WIB dia meninggalkan rumahnya di Desa Lebak Wangi, Sepatan, Kabupaten Tangerang, Banten.

Bukannya ke Ibu Kota, dia justru membuat aksi teror dengan menyerang tiga polisi di Pos Polisi Lalu Lintas di Jalan Perintis Kemerdekaan, dekat kawasan Pendidikan Yupentek, Cikokol, Tangerang Kota pada Kamis, 20 Oktober 2016. Aksi itu terjadi pada pukul 07.10 WIB.

Ketika meninggalkan rumah, keluarga tidak menaruh curiga terhadap isi tas yang Sultan bawa. Rupanya, tas itu berisi bom pipa.

Sehari sebelum peristiwa nahas itu, Sultan memborong paku dan pipa di toko bangunan yang tak jauh dari rumahnya.

"Saya lihat dia beli paku banyak sekali, baut sama pipa juga beli," ujar tetangga Sultan, Damanhuri.

Lalu, kepada Damanhuri, sambil tertawa Sultan menyebut paku dan paralon yang dibeli itu adalah untuk aksi pengeboman.

"Buat ngebom katanya sambil ketawa, ya saya enggak percaya," ujar Damanhuri.

Setelah itu, Sultan sudah tidak pernah terlihat keluar lagi dari rumahnya.

Pagi yang Mencekam

Seorang saksi mata, Andi, yang tak sengaja berdiri di bawah gapura kawasan pendidikan Cikokol mengaku melihat seorang pria melempar dua benda diduga peledak ke arah polisi dan tepi jalan sekitar pos polisi (pospol). Kemudian ia mendengar kegaduhan di dalam pospol itu.

Di dalam pospol, ucap Andi, ternyata Sultan menyerang tiga polisi secara membabi buta menggunakan golok yang sudah disiapkan.

"Awalnya ada yang ngelempar kayak bom, dua kali. Lalu polisinya ditusuk berkali-kali, langsung ramai," ujar Andi.

Setelah itu, kata dia, pelaku ke luar pospol dan dikejar salah satu polisi yang ditusuknya. Suara tembakan pun terdengar berkali-kali, namun pelaku tetap berlari menjauhi pospol ke arah Taman Kota.

Polisi Tangerang diserang seorang pria bersenjata tajam.

Polisi melumpuhkan pelaku dengan tiga timah panas yang bersarang di paha dan kaki kanan kirinya.

"Warga langsung ngerubutin, karena itu orang (pelaku) masih bisa gerak. Maksudnya biar enggak kabur, baru beberapa polisi datang ngamanin lagi," tutur Andi.

Kapolsek Tangerang Kompol Efendi mengalami luka tusukan di bagian torak jantung. Dia harus dibawa ke RS Siloam, karena lebih memadai peralatan medisnya.

Sementara dua anggota Lantas Polres Metro Jaya, yakni Iptu Bambang Haryadi yang mengalami luka tusuk bagian dada kiri dan punggung kiri, serta Bripka Sukardi yang mengalami luka tusuk di punggung kanan dan lengan kanan masih menerima perawatan intensif di RSUD Tangerang.

Sedangkan Sultan dirujuk ke RS Polri Kramat Jati. Namun, dalam perjalanan ke rumah sakit, Sultan tewas karena kehabisan darah.

"Pelaku terkena tembakan dua di kaki dan 1 mengenai perut," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono.

2 dari 3 halaman

Adik Polisi

Petugas memasang garis polisi di depan rumah orangtua SA, pelaku penusukan tiga anggota polisi, di Kelurahan Sepatan, Tangerang, Kamis (20/10). Sebelumnya SA menyerang Pospol Cikokol dan melukai tiga anggota polisi (Liputan6.com/Stringer)

Saat merantau di Tangerang, Sultan mengaku tinggal bersama kakaknya. Sang kakak merupakan anggota Polres Metro Tangerang.

Hal tersebut diungkapkan Sultan sebelum meninggal dunia pada sebuah video yang diterima Liputan6.com, saat diinterogasi polisi. Kombes Awi Setiyono, membenarkan pengakuan Sultan tersebut.

Sultan adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Kakak pertamanya bertugas di Reserse Narkoba Polres Metro Tangerang dan kakak keduanya berdinas di Satuan Lalu Lintas Polres Metro Tangerang.

"Iya benar dia anak bungsu, dua kakaknya anggota polisi," ujar Awi.

Namun, dia menambahkan, sudah beberapa lama ini Sultan tak lagi tinggal bersama kedua orang kakaknya.

"SA kini tinggal sendiri di Lebak Wangi RT/RW 03/04 Kelurahan Sepatan, Tangerang," ujar Awi.

Saat bersama kakaknya, tetangga sering melihat Sultan  berlatih bela diri.

Sebenarnya, keluarga sudah mencium gelagat mencurigakan Sultan sebelum menyerang polisi. Bahkan, keluarga pernah melaporkan Sultan ke Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dua bulan lalu.

"Jadi kakaknya yang polisi ini sudah pernah berupaya untuk melaporkan perilaku menyimpang adiknya ke BNPT," kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Boy Rafli Amar.

Sang kakak pun terus berupaya menyadarkan adiknya agar tak terjerumus dalam kelompok radikal. Bahkan, kakaknya sempat menjemput Sultan dari pesantren pada Oktober 2015. Kakaknya juga pernah memeriksa Sultan di salah satu polsek terdekat dari pesantren itu.

"Ini upaya yang dilakukan kakaknya. Termasuk kakaknya juga memberikan beberapa materi laporan untuk menyadarkan adiknya. Ini upaya keluarga untuk menyadarkan Sultan termasuk melaporkan ke BNPT," Boy membeberkan.

Sultan suka menyendiri. Dalam kesendiriannya itu dia suka sekali berselancar di dunia maya dan mencari-cari sesuatu. Namun, kakaknya tak bisa menegaskan apakah itu berkaitan dengan aksi teroris.

"Adiknya senang mem-browsing dan mencari tahu. (Tapi soal mencari info teroris) Belum, belum sampai ke sana," tandas Kabag Penum Polri Kombes Martinus Sitompul.

Seorang pemuda menyerang tiga anggota polisi di kawasan Cikokol.

Pemuda berusia 22 tahun itu merupakan lulusan informatika salah satu lembaga perguruan tinggi di Cikokol, Tangerang, pada 2015.

Sebelum kuliah, Sultan rupanya pernah mendaftarkan diri untuk masuk pendidikan Polri setingkat Bintara. Namun gagal pada tes kesehatan.

Perkenalannya dengan ideologi garis keras dimulai sejak tahun 2013, berbarengan dengan kuliah, dia mengikuti kelompok pengajian di daerah Benteng Betawi, Tangerang. Dari situlah sikap Sultan perlahan mulai berubah. Dia sering menyendiri dan tertutup dengan keluarga.

Akhir 2015, pihak keluarga dan juga dua orang kakaknya pernah mendatangi sebuah pondok pesantren Al Anshorullah pimpinan almarhum Fauzan Al Anshori di Ciamis. Saat itu juga Sultan dikabarkan jarang masuk kerja di sebuah perusahaan percetakan di bilangan Curug, Tangerang.

Almarhum Fauzan dikenal dengan dakwah-dakwah Daulah Islamiyah. Januari 2015 lalu kepolisian dan pemerintah Kabupaten Luwu, Sulawesi Tengah, menolak acara dakwah yang menghadirkan Fauzan.

Almarhum juga tercatat pernah bergabung dengan Abu Bakar Baasyir dan pecah kongsi dari pergerakan tersebut.

Adapun niat keluarga Sultan mendatangi pondok pesantren di Ciamis adalah untuk menjemput Sultan. Keluarga juga berkoordinasi dengan kepolisian setempat dalam upaya penjemputan paksa. Saat itu Sultan berupaya kabur. Namun usahanya gagal karena dikejar sang ayah dan dibawa pulang ke Tangerang.

Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan membenarkan bahwa Sultan pernah berada di Ciamis. "Dia dijemput paksa keluarga," kata dia.

Sultan lalu memilih keluar dari pekerjaannya pada Jumat, 14 Oktober 2016. Gelagatnya mulai mencurigakan. Dia selalu keluar pagi hari tanpa menyebut kemana dia akan pergi dan pulang sore hari.

3 dari 3 halaman

Jejak ISIS

 

Lokasi penyerangan polisi di Tangerang (Liputan6.com/Pramita)


Polisi menemukan lambang ISIS tertempel di tiang pos polisi target penyerangan Sultan. "Namun kita tidak tahu kapan ditempelnya, apakah berkaitan atau tidak," ujar Kasat Reskrim Polres Metro Tangerang AKBP Wiji Lestanto.

Sebelum tewas, Sultan sempat membuat pengakuan kepada polisi bahwa dia menyerang pos polisi karena mendapat perintah dari seseorang. Ia pun menyebut nama Pemimpin Tertinggi ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi.

"Tujuannya ke sini apa bawa-bawa pisau seperti itu?" tanya seseorang kepada Sultan.

"Suruhan khilafah Abu Bakr al-Baghdadi," jawab Sultan.

Pelaku lalu dicecar untuk mengungkap jaringannya di Indonesia. "Di Indonesia siapa pemimpinmu? Siapa yang mengorganisir? Siapa yang dituakan?"

"Tidak ada, Pak. Saya sendiri, Pak," Sultan menjawab.

Saat ditanya keberadaan anggota kelompoknya yang ada di Indonesia, Sultan mengaku tidak tergabung dengan kelompok radikal apapun di Indonesia.

Polisipun terus menelusuri jejak Sultan untuk mengungkap jaringannya. Ternyata Sultan pernah mengunjungi Maman Abdurrahman. Dia adalah narapidana kasus terorisme yang saat ini mendekam di Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan Sultan Azianzah terdeteksi berkunjung ke Lapas Nusakambangan pada periode Juni 2015 lalu.

"Sejak Juni dia (Sultan) aktif bersama dengan saudara Fauzan al Anshori yang merupakan pimpinan pondok pesantren di Ciamis. Dia pernah terdeteksi hadir untuk membesuk Maman Abdurrahman dan datang ke Nusakambangan," terang Boy.

Setelah membesuk Maman di Nusakambangan, Boy menuturkan Sultan kemudian terdeteksi aktif di kegiatan pondok pesantren Ansharullah di Dusun Sembung Jaya, Desa Mekarmukti Cisaga, Ciamis, Jawa Barat pada Oktober 2015.

Dengan ditemukannya fakta itu, sambung Boy, penyidik menduga Sultan telah bergabung dengan kelompok Jamaah Anshar Daulah (JAD) pimpinan Maman Abdurrahman.

"Sampai ditemukan kakaknya di Cisaga, dijemput, dan sempat melarikan diri. Cukup terkonfirmasi, dia (Sultan) bergabung dengan sel jaringan Maman Abdurrahman yang merupakan kelompok JAD ini," ucap Boy.

Sultan diketahui sering ke warnet hanya untuk chatting dengan anggota kelompok ISIS di Suriah.

Hal tersebut diungkapkan oleh Kapolri Jendral Polisi Tito Karnavian usai menjenguk polisi korban penyerangan Sultan yang masih terbaring lemah di RS Siloam Karawaci, Kabupaten Tangerang.

"Dia sering online dengan website-website yang dimiliki oleh ISIS, termasuk chatting dengan anggota ISIS di Suriah," Tito mengungkapkan pada Jumat, 21 Oktober 2016.

Tito menduga dari live chatting inilah Sultan mengetahui cara-cara atau didoktrin untuk membunuh aparat kepolisian. Terlebih, Sultan juga pernah chatting dengan kelompok ISIS Indonesia yang dipengaruhi oleh tiga teroris buronan polisi.

"Barun Naim, Barunsyah, dan Abu Jandah alias Ali Mubarok. Ketiga orang ini sangat berpengaruh dalam perekrutan," kata Tito.