Sukses


Lembaga Tinggi Negara Kunjungi Istana Negara, OTT Turut Dibahas

Zulkifli mengatakan menegakkan hukum yang baik adalah momentum tepat bagi RI, untuk bangkit dan meraih kepercayaan publik.

Liputan6.com, Jakarta Ketua MPR Zulkifli Hasan dan para wakilnya EE Mangindaan, Hidayat Nur Wahid, dan Oesman Sapta, hari ini menghadiri pertemuan Lembaga Tinggi Negara bersama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kala di Istana Negara.

Pertemuan tersebut membahas persoalan bangsa dan negara, terutama terkait reformasi hukum. Dalam kesempatan itu, Jokowi menyampaikan beberapa hal tentang reformasi hukum.

Hal tersebut patut dibicarakan secara serius, sebab dalam konstitusi tercantum secara tegas bahwa Indonesia adalah negara hukum.

"Saya berharap dan meminta agar para lembaga negara semua dalam menentukan sebuah kebijakan harus berdasarkan hukum. Sehingga warga negara juga mendapatkan hak-haknya sesuai hukum yang berlaku," kata Zulkifli di Istana Negara, Jakarta, Rabu (26/10/2016).

"Untuk itu, maka sinergi antarlembaga negara harus benar-benar dijalin. Sehingga tak ada tumpang tindih antara perundang-undangan, dan aturan-aturan," sambung dia.

Usai pertemuan, Zulkifli mengatakan, pembicaraan reformasi hukum sangat penting. Sebab, menegakkan hukum yang baik adalah momentum tepat bagi Indonesia, untuk bangkit dan meraih kepercayaan publik di dalam dan luar negeri. Hal ini juga akan berdampak pada kemajuan perekonomian secara luas.

"Dengan penegakan hukum yang baik, tegas, dan transparan, maka kepercayaan investor akan muncul. Para pejabat pusat dan daerah akan semakin nyaman dalam menunaikan tugas-tugasnya. Momentum penegakan hukum yang tepat dan tegas jangan sampai hilang," kata dia.

MPR sendiri, kata Zulkifli, menyampaikan beberapa masukan kepada Jokowi. Di antaranya terkait penegakan hukum seperti Operasi Tangkap Tangan (OTT).

"Menangkap seseorang sangat baik dan perlu didukung, dan tentu juga menimbulkan dampak yang luas di masyarakat. Tapi, prinsip pencegahan kejahatan adalah yang terbaik," tutur dia.

"Lalu melalui apa, banyak cara yakni dengan melakukan pendidikan karakter bangsa sesuai nilai luhur bangsa yang baik. Misalnya kepada calon-calon kepala daerah, calon anggota dewan, agar mereka paham betul menjadi kepala daerah itu untuk apa dan untuk siapa. Menjadi kepala daerah dan pejabat sejatinya untuk kesejahteraan rakyat," kata Zulkifli.

3 Hal dari Presiden

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumpulkan pimpinan lembaga tinggi negara di Istana Merdeka. Jokowi ingin menegaskan komitmen pemerintah dalam pelaksanaan reformasi hukum di seluruh kementerian atau lembaga negara.

Usai menghadiri pertemuan, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menjelaskan apa yang dibahasnya bersama orang nomer satu di Indonesia itu. Ia menyebutkan ada tiga masalah yang dibahas, pertama soal reformasi hukum.

"Jadi tadi menyampaikan bahwa presiden prinsipnya itu ingin bagaimana aspek reformasi birokrasi di bidang hukum ini menjadi prioritas," ungkap Taufik usai pertemuan.

"Prinsipnya DPR mendukung apa yang dilakukan presiden pada saat kemarin melakukan gebrakan dengan memberantas pungli-pungli di daerah," sambung dia.

Taufik mengatakan DPR tidak melihat besar atau kecilnya pungutan liar atau pungli yang diperoleh, tetapi justru ini dianggapnya menjadi shock therapy bagi para pelaku.

"Ini sebagai shock therapy dan tentunya faktor durasi keterlanjutandan ketindaklanjutan dalam proses masalah sikap tadi itu menjadi salah satu prioritas," kata dia.

Kedua, kata Taufik, yang disampaikan Jokowi adalah berkaitan dengan reformasi hukum yang masih mengalami banyak masalah. Masalah itu timbul karena gaya tinggi dalam proses politik.

"Sebetulnya kita ini sedikit banyak kaitan dengan reformasi hukum itu banyak masalah-masalah kepala daerah, bupati, gubernur, sampe ke pejabat-pejabat tinggi yang lain. Ini tentunya tidak lepas ekonomi gaya tinggi dalam proses politik," kata dia.

"Sebetulnya pertanyaannya adalah pemimpin itu dilahirkan atau memang lahir dengan sendirinya pemimpin itu muncul," sambung dia.

Menurut Taufik, sekarang ini dengan pilkada langsung, pemimpin dipaksakan untuk lahir. "Dengan apa, dengan apa dipaksakannya, dengan cara-cara kekuatan biaya politik yang tinggi. Sehingga tidak menimbulkan pemimpin yang kharismatik, tetapi malah menghasilkan pemimpin yang pragmatis," kata dia.

Setelah seseorang berhasil menjabat, kata Taufik, maka pertama kali yang dipikirkan adalah bagaimana uang modal yang telah dikeluarkan dapat kembali ke tangannya.

"Nah, inilah barangkali yang menjadi salah satu poin bahwa ongkos politik biaya tinggi ini menjadi salah satu tantangan kita bersama. Tidak hanya pemerintah dan DPR, tetapi juga masalah masyarakat," ucap dia.

Ketiga, lanjut Taufik, adalah perlu adanya sinergitas, pembagian tugas pokok antara aparat penegak hukum seperti kepolisian, jaksa agung, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Ini menjadi salah satu sinergitas supaya betul-betul, pasti DPR akan mendukung itu karena ini sekali lagi permasalahannya bagaimana agar masalah aspek reformasi hukum ini tidak hanya tajam ke bawah tetapi juga harus berlaku adil," papar dia.

"Aspek keadilan ini tentunya menjadi tantangan bersama-sama tapi adilnya pun juga lantas bukan semakin banyak yang tertangkap, semakin berprestasi, tidak seperi itu. Tetapi bagaimana aspek good will dan kesadaran masyarakat taat hukum itulah yang kita sedang mencari formulasinya bersama-sama antara pemerintah dengan DPR," tandas Taufik.