Liputan6.com, Jakarta Persoalan HAM di Indonesia nampaknya masih menjadi PR kita bersama. Salah satu yang hingga kini belum juga terselesaikan adalah misteri kematian Munir. Munir Said Thalib, ditemukan tewas di atas pesawat Garuda bernomor GA-974 dalam perjalanan menuju Belanda untuk melanjutkan pendidikannya. Penyebab kematiannya adalah racun arsenik dalam dosis yang fatal.Â
Baca Juga
Advertisement
Kasus kematian Munir yang terjadi dalam masa transisi kepemimpinan Megawati ke SBY praktis tidak langsung ditangani. Barulah setelah SBY resmi menjabat, atas desakan Suciwati dan kelompok LSM, SBY membentuk Tim Pencari Fakta Kasus Munir. TPF Munir ini disahkan dengan Keppres No. 111 tahun 2004. Batas waktu kerja TPF hanyalah tiga bulan dan bisa diperpanjang tiga bulan berikutnya. Tim khusus yang dibentuk ini terdiri dari 14 orang yang diketuai oleh Marsudi bertanggung jawab langsung terhadap Presiden.Â
TPF Munir langsung melakukan penyelidikan terhadap Garuda dan menduga adanya keterlibatan Pollycarpus, Ramelgia Anwar, Indra Setiawan dan Rohainil Aini. Kemudian dilanjutkan penyelidikan BIN dan menduga adanya keterlibatan Muchdi PR dan Hendropriyono. Namun lika liku penyelidikan yang dilakukan TPF Munir pun mengalami berbagai hambatan. Suciwati, istri Munir pun kerap mendapatkan ancaman kala itu.Â
Pengadilan akhirnya menetapkan Pollycarpus sebagai tersangka dan dihukum 14 tahun penjara. Pollycarpus sendiri telah bebas pada 28 November 2014 setelah mendapat 19 kali remisi dengan total 51 bulan 80 hari. Indra Setiawan divonis satu tahun penjara. Rohainil Aini divonis bebas oleh PN Jakarta Pusat namun kemudian dihukum satu tahun penjara oleh Mahkamah Agung pada 2009. Selebihnya bebas atau bahkan belum pernah diperiksa.
Laporan penyelidikan TPF Munir sebanyak enam eksemplar diserahkan pada 27 Juni 2005. Dokumen tersebut tidak pernah dibuka untuk publik, baru kemudian dipermasalahkan ketika KontraS mengajukan dokumen tersebut dibuka untuk publik.Â
"Jika dulu pemerintahan Presiden SBY belum membuka ke publik karena masih diberlakukan sebagai pro-justisia guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Kepentingan tersebut kini sudah tidak ada lagi," ujar Sudi di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Selasa (25/10/2016)
Pengajuan pengumuman Laporan TPF Munir tersebut diajukan KontraS ke Sekretariat Negara, namun kemudian Setneg mengaku tidak memiliki dan menguasai informasi tersebut. Hingga akhirnya berlanjut dengan Sengketa Informasi Publik yang dimenangkan oleh KontraS pada 10 Oktober 2016.Â
Setelah itu, barulah diketahui dokumen asli Laporan TPF Munir hilang. Ramai menjadi perbincangan dan tanda tanya berbagai kalangan, SBY yang dianggap bertanggung jawab kala itu memberikan pernyataannya dalam konferensi pers pada Selasa lalu. Dokumen asli hingga kini belum ditemukan, meski ada dugaan dokumen tersebut terselip di ANRI. Dokumen salinan yang kini dipegang SBY akan diserahkan pada Jokowi kini.Â
Setelah umpan lambung tersebut diterima Jokowi, kita menanti respon dan langkah Pemerintah selanjutnya. Akankah keadilan dan kebenaran menemukan jalannya? (rn)