Liputan6.com, Jakarta - Polda Metro Jaya menetapkan anggota Komisi IX DPR RI Indra P Simatupang sebagai tersangka dalam kasus dugaan penipuan. Anggota DPR dan ayahnya itu diduga menipu pengusaha hingga miliaran rupiah.
Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Hendy F Kurniawan mengatakan, anggota dewan itu menjalani pemeriksaan pada Kamis 27 Oktober 2016.
Baca Juga
"Iya, pemeriksaan sebagai tersangkanya kemarin malam," kata Hendy di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (28/10/2016).
Advertisement
Hendy menjelaskan, Indra bersama ayah dan staf pribadinya merencanakan transaksi fiktif dengan dua korbannya yang merupakan pengusaha. Louis Gunawan Khoe dan Yacub Tanoyo tak terima, setelah beberapa kali bertemu dua pengusaha ini curiga. Sebab bisnis yang dijanjikan tak kunjung kelihatan.
"Tersangka Indra P Simatupang mengajak korban Louis dan Yacub untuk bisnis jual beli Kernel dan CPO, diduga semua bisnis tersebut adalah fiktif," terang Hendy.
Pengungkapan kasus penipuan, cukup lama. Sebab, pemeriksaan terhadap Indra harus melalui izin presiden. Hendy mengatakan, gelar perkara yang dilakukan pada awal Juni itu akhirnya bisa memeriksa tersangka setelah izin presiden keluar pada akhir Juli.
"Kami sudah periksa 10 saksi dan 1 orang ahli pidana," jelas Hendy.
Hendy menerangkan, kejadian berawal pada 2013 saat Indra yang belum menjadi anggota DPR mengajak korban untuk bisnis jual beli Kernel dan minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) yang dibeli Indra dari PTPN V (Riau) dan PTPN VII (Lampung) lalu dijual ke PT Sinar Jaya dan PT Wilmar, dengan janji keuntungan 10 % dari modal yang dikeluarkan dalam waktu 30 hari.
Dari laporan korban, totalnya ada 8 perjanjian yang selalu diputar ulang di mana keuntungan diberikan. Namun modal tidak dikembalikan dengan alasan untuk pembelian slot selanjutnya yang faktanya tidak pernah ada.
"Lalu setelah Indra menjadi Anggota DPR RI kerja sama diteruskan oleh Suyoko (staf Indra) dengan korban," jelas Hendy.
Sebelum kerja sama dimulai Indra, kata Hendy, ia mengajak korban bertemu dengan ayahnya yang bernama Muwardy Simatupang untuk meyakinkan korban dan menyampaikan kepada korban bahwa bisnis jual beli Kernel tersebut dahulunya yang merintis adalah Muwardy Simatupang ketika masih menjabat sebagai deputi Kementerian BUMN tahun 2004.
"Sampai akhirnya di bulan April 2015, sampai saat ini kerja sama tersebut berhenti dan korban tidak mendapatkan lagi keuntungan dan uang modalnya juga tidak pernah dikembalikan," jelas Hendy.
Dalam kasus ini, polisi menyita dokumen perjanjian yang diduga fiktif, cek kosong, 1 set komputer yang digunakan untuk mencetak dokumen palsu, bermacam macam stempel, bukti-bukti pengiriman uang, dokumen lain yang jumlahnya sekitar 111 dokumen.
"Berdasarkan bukti transfer kerugian korban adalah Rp 96.750.000.000, dan cek yang diberikan tersangka kepada korban nilainya adalah Rp 112.182.162.500," ucap Hendy.