Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendesak pemerintah untuk memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada korban teror Thamrin pada pertengahan Januari 2016. Terlebih, hal tersebut sudah diatur dalam undang-undang.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, pihaknya sudah mendorong kejaksaan untuk memasukkan permohonan kompensasi dalam tuntutan salah satu terdakwa. Dia menuturkan, kompensasi ini telah diatur dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang ditetapkan sebagai UU Nomor 15 Tahun 2003 dan UU Perlindungan Saksi dan Korban.
Baca Juga
"Sesuai UU, korban berhak mendapat bantuan psikologis dan medis, tetapi untuk kompensasi memang harus melalui proses peradilan. Jadi hak-hak sesuai peraturan, selain kompensasi sudah bisa didapat tanpa harus menunggu proses peradilan berjalan," tutur Abdul Harus di Kantor LPSK, Jalan Raya Bogor, Susukan, Ciracas, Jakarta Timur, Kamis (3/11/2016).
Advertisement
Menurut dia, selama ini pemerintah hanya memberikan bantuan berupa biaya pengobatan rumah sakit. Sementara bantuan medis jangka panjang dan rehabilitasi masih belum. Apalagi soal kompensasi materiil dan imateriil korban.
"Kita harap majelis hakim dapat mengabulkannya," Abdul Haris menjelaskan.
LPSK kini memfasilitasi 9 korban untuk mendapatkan kompensasi usai putusan hakim. Ganti rugi pun ditakar berdasarkan sejumlah pertimbangan, seperti biaya pengobatan medis lanjutan, konseling psikologis, biaya kehilangan pendapatan atau keuntungan, biaya kehilangan pendapatan selama pemulihan, biaya pemakaman, harta benda hilang dan rusak saat kejadian, biaya rawat inap, dan lainnya.
"Berdasarkan dasar hukum itulah LPSK sesuai permintaan JPU dan atas tuntutan yang disiapkan para korban, melakukan perhitungan kerugian. LPSK memfasilitasi 9 korban untuk mendapatkan kompensasi," terang Abdul Haris.
"Secara sederhana, ada 9 korban bom Thamrin yang mengajukan tuntutan kompensasi total sebesar Rp 1,3 miliar dan nanti akan dibayarkan oleh negara," lanjut dia.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi menambahkan, sebenarnya pihak dia sudah berkeliling rumah sakit tempat korban bom dan penembakan Thamrin dirawat untuk memfasilitasi permintaan kompensasi. Namun, dari 32 korban bom yang disambangi, hanya 9 orang yang merespon dan merinci tuntutan kompensasi mereka.
"Mekanisme kompensasi tidak berakhir usai peradilan saja. LPSK harus menyampaikan ke Menteri Keuangan untuk nanti pihak sana yang membayarkan. Itu sesuai undang-undang," ujar Edwin.
Dia menjabarkan, salah satu korban bom Thamrin bernama Anggun Kartikasari, masih trauma atas kejadian itu. Luka parah yang dialaminya di kaki dan panggul masih membuat pergerakannya terbatas.
"Dari 9 ini ada namanya Anggun Kartikasari yang ditolong oleh sopir Gojek. Di media sosial waktu itu banyak muncul foto dia. Dia baru lulus S1 dan sedang cari kerja. Saat peristiwa terkena ledakan di panggul kanan dan kiri, kaki, tungkainya kanan dan kiri. Pergerakannya hingga kini jadi terbatas dan masih trauma dengan tatapan kosong. Mbak Anggun ini mengajukan kompensasi Rp 56 juta sekian," Edwin menandaskan.