Liputan6.com, Kupang - Pantai Lasiana, Kupang, Nusa Tenggara Timur beberapa bulan lalu terusik dengan temuan mayat. Satu nyawa hilang diduga akibat serangan predator buas yang tak kenal ampun berjuluk buaya.  Â
Teror brutal predator yang diyakini sebagai binatang purba telah hidup sejak zaman dinosaurus ini nyatanya belum usai. Warga Kelurahan Merdeka, Kupang Timur ditemukan tewas dengan kondisi tak utuh lagi. Â
Belum pupus dari ingatan Isak Manggi, peristiwa mengerikan yang menimpanya satu tahun lalu. Luka bekas koyakan rahang monster bersisik ini jadi saksi bisu yang menciutkan nyalinya kembali melaut.
Advertisement
Serangan terhadap sejumlah manusia menyebabkan perburuan terhadap Crocodilus Porosus alias buaya muara yang hidup disebagian besar wilayah Nusa Tenggara Timur dicanangkan.
Muara Teluk Kupang jadi salah satu lokasi pergerakan tim Wild Life Rescue Unit, Nusa Tenggara Timur. Perburuan sengaja dilakukan di malam hari, selain mudah mendeteksi pergerakan buaya lewat pantulan sinar matanya, buaya muara cenderung lebih aktif di malam hari.
Buaya muara bahkan mengusik nelayan yang tengah melaut. Tanpa sengaja jaring nelayan memenjarakan predator ganas ini. Butuh nyali besar untuk menaklukan monster yang punya rahang 12 kali lebih kuat dari rahang hiu putih raksasa.
Amukan marah monster purba ini tak membuat para nelayan kehilangan keberaniannya. Buaya sepanjang 4 meter ini akhirnya menyerah.
Konflik masyarakat dengan buaya sebenarnya sudah kerap terjadi di Kupang. Kegelisahan ini direspon oleh unit satwa liar setempat. Danau Ela Kualin, Timor Tengah Selatan jadi salah satu target. Sebanyak lima orang tewas akibat terkaman buaya liar.
Penangkapan predator yang masuk kategori satwa dilindungi undang undang ini harus dilakukan dengan benar. Terhitung 1 tahun terakhir, sedikitnya 5 ekor buaya berukuran panjang lebih dari 2 meter ditangkap unit penanganan satwa liar.
fenomena konflik manusia dengan buaya sebenarnya ada penyebabnya. Pada hakekatnya sebuas apapun buaya liar yang hidup di alam tidak akan mungkin kehidupan manusia asalkan habitat dan lingkungannya tidak terganggu.
Simak kisah selengkapnya dalam Sigi SCTV edisi Sabtu (5/11/2016) berikut ini.