Liputan6.com, Jakarta - Siang itu di seberang Istana, pria tua membawa sebuah karung berukuran sedang. Di tengah sesaknya ribuan massa aksi, ia berusaha mengais rezeki pada Jumat, 4 November 2016 kemarin.
Bermodal batu cincin, potongan gading gajah, taring dan bulu dari harimau Sumatera, pria asal Jambi itu berusaha meng-uangkan jajakkannya. Walaupun apa yang ia jual tak biasa, bahkan mungkin dilarang di Indonesia.
"Asli ini, dari hutan Jambi Macan Sumatera. Coba aja pegang sendiri," kata dia kepada Liputan6.com di seberang Istana Negara, Jakarta, Jumat 4 November 2016.
Advertisement
Ia mengaku tidak takut ditangkap, karena menurut dia tidak menjual gading gajah, taring dan kulit harimau Sumatra yang ia bawa. Ia hanya menjual batu cincin yang juga dibawa dari Pulau Sumatra.
"Kalo gading sama macan ini enggak saya jual, kalau ada yang mau kasih saya ongkos pulang saja. untuk gading dan taring harganya Rp 300 ribu, untuk kulit bulu macan Rp 200 ribu. Itu ganti uang bensin, bukan ngejual makanya saya enggak takut ditangkep," ujar dia.
Ia mengatakan, gading gajah serta taring dan kulit harimau Sumatera itu ia dapatkan dari Suku Anak Dalam Jambi. "Ini dari Suku Anak Dalam, ngambilnya pas hewannya sudah mati, ada juga yang diburu tapi sedikit," ia mengakhiri.
Ahok Diperiksa
Kisah unik itulah yang mewarnai aksi ribuan massa yang menuntut Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama segera ditetapkan menjadi tersangka. Penyebabnya, karena pernyataan Ahok di Pulau Seribu pada 30 September 2016 terkait Surat Al Maidah ayat 51. Terkait hal itu, Ahok pun dilaporkan ke Polda Metro Jaya.
Massa aksi menuntut Presiden Joko Widodo atau Jokowi segera mengintervensi kasus dugaan penistaan agama yang diduga dilakukan Ahok. Alasannya, agar ada kejelasan terkait kasus tersebut apakah Ahok bersalah atau tidak.
Ahok pun, jika tidak ada aral melintang, akan menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, Senin 7 November 2016 besok.
"Apabila tidak ada halangan besok di Mabes Polri akan dilaksanakan pemeriksaan lanjutan kepada saudara Basuki Tjahja Purnama. Kalau tidak salah jadwalnya sekitar jam 10.00 WIB. Mudah-mudahan tidak ada perubahan," kata Boy di Nusa Dua, Bali, Minggu 6 November 2016.
Menurut Boy, pemanggilan terhadap Ahok itu adalah bagian dari pengumpulan alat bukti. "Kita sedang berusaha menuntaskan penyelidikan dan pengumpulan alat bukti untuk menentukan status hukum saudara Basuki Tjahaja Purnama," ujar dia.
Ia menjelaskan, bila semua alat bukti sudah terkumpul, pelaksanaan gelar perkara dalam kasus dugaan penistaan agama tersebut segera digelar.
"Proses ini kita tunggu saja. Sementara pemeriksaan ahli dari MUI menurut informasi satu di antaranya adalah Ketua MUI. Diharapkan juga bersedia untuk diambil keterangan yakni KH Ma'ruf Amin," ucap Boy.
Jika tak ada aral melintang, Selasa pekan depan, KH Ma'ruf Amin akan dimintai keterangan. Boy juga memastikan akan meminta keterangan kembali kepada ahli hukum pidana yang belum tuntas.
"Pak Muzakir dari UII Yogyakarta itu hanya melanjutkan, karena belum tuntas karena beliau ada keperluan beliau minta dilanjutkan paling tidak Rabu besok. Ada juga ahli bahasa, tapi saya lupa namanya. Beliau dari lembaga bahasa," tegas Boy.
Advertisement
Tuntas Dua Pekan
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menjanjikan proses hukum terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama akan selesai dalam dua pekan.
"Ini sesuai dengan perintah Presiden bahwa proses hukum harus sudah selesai dalam waktu dua pekan," kata Tito dalam keterangan pers di Kantor Presiden Jakarta, usai menghadap Presiden Joko Widodo, Sabtu 5 November 2016 malam.
Dikutip dari Antara, Tito menegaskan polisi akan menyelesaikan proses hukum ini paling lambat dua pekan, Jokowi juga meminta polisi agar gelar perkara kasus ini dilakukan secara cepat dan transparan di depan media massa, padahal gelar perkara kasus pidana oleh tim penyidik biasanya dilakukan tertutup.
"Tadi Bapak Presiden menyampaikan agar gelar perkaranya dilakukan live (terbuka). Ini perintah eksepsional dari Bapak Presiden untuk membuka transparansi," kata Tito didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Polisi juga akan mengundang berbagai pihak termasuk kejaksaan, Komisi Kepolisian Nasional, Komisi III DPR RI, para pelapor, saksi-saksi ahli yang diajukan pelapor termasuk Majelis Ulama Indonesia, serta saksi-saksi ahli yang dihadirkan penyidik dari kalangan akademisi dan lembaga bahasa yang dianggap kredibel dan netral saat gelar perkara dilakukan.
"Kemudian tentu juga akan kita hadirkan saudara terlapor Basuki Tjahaja Purnama, kalau yang bersangkutan ingin hadir dipersilakan, tetapi kalau tidak ingin hadir bisa diwakili oleh penasihat hukum," kata Tito.
Gelar perkara itu sendiri dilakukan untuk melihat apakah terlapor, Basuki Tjahaja Purnama, telah melakukan tindakan pidana atau tidak.
Dengan gelar perkara yang dilakukan secara terbuka maka publik betul-betul melihat dengan jernih penyelesaian kasus ini dan dapat mengetahui secara terbuka apa yang dilakukan penyidik dan isi dari keterangan para ahli, pelapor, dan terlapor sendiri.
"Kalau ditemukan adanya tindak pidana, maka akan kita tingkatkan menjadi penyidikan dan akan kita tentukan tersangkanya. Dalam kasus ini berarti terlapor dan diproses sesuai aturan criminal justice system kita, kejaksaan dan pengadilan," kata Tito.
Namun, jika dalam gelar perkara tidak ditemukan ada unsur pidana, maka proses penyelidikan akan dihentikan dan dapat dibuka kembali bila terdapat bukti-bukti yang menguatkan.
Ahok dan Keluarga Siap
Ahok mengaku siap menjalani proses hukum, terkait kasus dugaan penistaan agama yang dituduhkan kepada dirinya. Bahkan, ia menyatakan siap dipenjara, apabila benar akibat dia negara menjadi benar-benar kacau.
"Saya sudah sampaikan, kalau karena saya membuat negara kita begitu kacau, saya rela ditangkap, dipenjara. Tapi saya tidak akan pernah mundur (Pilkada), karena kalau saya mundur saya juga akan dipenjara," ujar Ahok di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu 5 November 2016.
Namun, Ahok tak rela apabila dirinya dipenjara karena difitnah penyebar video yang sudah diedit tentang dirinya saat berkunjung di Kepulauan Seribu, beberapa waktu lalu. Penyebar video itu adalah Buni Yani.
"Ya kalau negara ini betul-betul begitu kacau karena seorang Ahok, saya rela ditangkap, dipenjara, kenapa enggak? Tapi bukan (dipenjara) karena difitnah menghilangkan kata 'pakai'," dia menegaskan.
Mantan Bupati Belitung Timur itu kembali menyampaikan permintaan maafnya kepada seluruh kaum Muslim.
"Saya sudah sampaikan permohonan maaf dari tulus hati yang paling dalam, enggak mau terima juga. Ya saya akan jalani proses hukum. Tapi sekarang jelas ada pengakuan, dia (Buni Yani) bilang dia ngilangin kok," Ahok menegaskan.
Â
Soal keluarga, Ahok tak merasa khawatir akan kondisinya yang kerap didemo. "Enggak (khawatir). Saya bersyukur punya keluarga yang sangat dukung. Anak-anak saya semua betul-betul gembira riang karena kami sedang kerja mewujudkan keadilan sosial," ujar Ahok di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, 5 November 2016.
Bahkan, keluarga siap menghadapi kondisi terburuk Ahok sekalipun, seperti dipenjara. "Seluruh keluarga saya siap kalau demi negara ini saya dipenjara, ditangkap pun seluruh keluarga sudah siap. Jadi saya bersyukur punya dukungan seperti itu," ucap Ahok.
Menurut Ahok, keluarga memahami betul sifatnya, sehingga mereka siap menghadapi kondisi apa pun yang dialami.
"Jujur saya bersyukur berarti kita sedang bekerja mewujudkan keadilan sosial. Makanya sama anak saya yang paling kecil pun sangat siap. Mereka siap terima kondisi apa pun bapaknya karena mereka tahu bapaknya," pungkas Ahok.
Advertisement