Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menunda sidang lanjutan kasus dugaan suap pembahasan raperda reklamasi dengan terdakwa Mohamad Sanusi. Penundaan ini setelah pihak Sanusi mengajukan permohonan penundaan sidang karena ibundanya, Enok Zaara wafat.
Tak cuma itu, Sanusi juga meminta permohonan untuk melayat ke rumah duka. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai Sumpeno pun mengabulkan permohonan pihak Sanusi.
"Majelis sebelum ini bermusyawarah dan pada akhirnya permohonan hari ini saudara terdakwa yang akan melayat atau takziyah untuk ibu saudara dikabulkan, sidang hari ini ditiadakan," kata Sumpeno di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/11/2016).
Advertisement
Sumpeno pun menunda sidang. Sidang akan dilanjutkan selang empat hari mendatang.‎ "Kemudian sidang berikutnya akan digelar pada Kamis 10 November 2016," ujar Sumpeno.
Sebelumnya, jaksa mendakwa Sanusi menerima suap Rp 2 miliar dari Ariesman Widjaja melalui asisten Ariesman, Trinanda Prihantoro.
Diduga suap Rp 2 miliar itu ditujukan dengan maksud, Sanusi selaku anggota DPRD DKI dan Ketua Komisi D DPRD DKI 2014-2019 dapat membantu percepatan pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).
Suap juga dimaksudkan agar Sanusi mengakomodasi pasal-pasal sesuai keinginan Ariesman selaku Presdir PT APL dan Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudra (MSW). Tujuannya, agar PT MSW mempunyai legalitas untuk melaksanakan pembangunan di Pulau G kawasan Reklamasi Pantura Jakarta.
Atas perbuatan itu, Sanusi didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Selain itu, jaksa juga mendakwa Sanusi dengan pencucian uang. Sanusi didakwa melakukan pencucian uang dengan membelanjakan atau membayarkan uang senilai Rp 45.287.833.733 (Rp 45 miliar lebih) untuk pembelian aset berupa tanah dan bangunan serta kendaraan bermotor.
Tak cuma itu, Sanusi juga menyimpan uang US$ 10 ribu dalam brankas di lantai 1 rumahnya di Jalan Saidi I Nomor 23, Kelurahan Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Uang senilai Rp 45 miliar lebih itu diduga didapat Sanusi dari para rekanan Dinas Tata Air Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang merupakan mitra kerja Komisi D DPRD DKI. Para rekanan Dinas Tata Air Pemprov DKI itu dimintai uang Sanusi terkait pelaksanaan proyek pekerjaan antara tahun 2012 sampai 2015.
Atas perbuatannya, jaksa mendakwa Mohamad Sanusi dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.