Liputan6.com, Nusa Dua - Polri masih terus memburu sejumlah buronan di luar negeri. Berbagai cara telah dilakukan termasuk menerbitkan red notice ke Interpol untuk disebarluaskan ke seluruh negara.
Namun upaya itu ternyata tidak sepenuhnya berjalan mulus. Ada sejumlah buronan yang belum tertangkap lantaran sejumlah hal. Salah satunya karena sang buron telah berganti warga negara.
Kepala Biro Misi Internasional Divisi Hubungan Internasional Polri, Brigjen Polisi Johny Asadoma, mengaku polisi tidak bisa bekerja sendiri dalam menangkap buronan di luar negeri, terutama yang sudah berganti warga negara. Perlu adanya peran dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dalam hal ini.
Advertisement
"Kadang-kadang kita harus koordinasi dengan Kemenlu karena tidak bisa dieksekusi sendiri oleh National Central Berau (NCB) Interpol karena ini menyangkut politik antarnegara," kata Johny di sela-sela Sidang Umum Interpol, Bali Nusa Dua Convention Center, Selasa (8/11/2016).
"Sehingga kita tidak menjadi eksekutor tunggal di lapangan," lanjut dia.
Menurut dia, penyelesaian masalah tersebut tergantung dari hasil diplomasi Kemenlu dengan negara tempat buronan kini menetap. Sebab, kata dia, suatu negara tetap akan melindungi warga negaranya, meski sudah memiliki hubungan baik dengan Indonesia.
"Tergantung komunikasi politik luar negeri kita dengan negara tersebut itu sehingga kita tidak jadi eksekutor tunggal di sini," terang Johny.
Sejumlah buron Indonesia memang masih berada di luar negeri. Mereka kebanyakan yang terlibat kasus korupsi dan membawa kabur uang negara. Antara lain Edi Tansil, Djoko S Tjandra, Maria Pauline Lumowa, Anton Tantular, Hasyam Al Waraq, juga Rafat Ali Rizfqi. Dua buron yang terakhir berhasil dipulangkan adalah Samadikun Hartono dan Hartawan Aluwi.
Tak hanya buronan kasus korupsi, ada juga buronan Polri atas kasus terorisme yang kini diduga berada di Suriah. Mereka adalah Bahrun Naim dan Abu Jandal. Keduanya diduga menjadi aktor intelektual di balik serangkaian aksi teror di Indonesia.