Sukses

Korupsi Gubernur Nur Alam, KPK Periksa Bos Perusahaan Tambang

George merupakan pemilik PT Kembar Emas Sultra ditengarai menjadi salah satu pihak yang diuntungkan oleh keputusan Nur Alam terkait IUP.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus yang melilit Gubernur Sultra, Nur Alam. Ia menjadi tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang dalam persetujuan dan penerbitan Surat Keputusan (SK) Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Terkait itu, KPK hari ini mengagendakan pemeriksaan terhadap saksi bernama George Hutama Riswantyo. "Dia jadi saksi untuk tersangka NA," ucap Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi, Rabu (9/11/2016).

Dari penelusuran informasi, George merupakan pemilik PT Kembar Emas Sultra. Perusahaan itu merupakan salah satu perusahaan pertambangan dan logam di daerah Sultra. PT Kembar Emas Sultra ditengarai menjadi salah satu pihak yang diuntungkan oleh keputusan Nur Alam terkait IUP.

Adapun ini bukan pertama kali George diagendakan diperiksa KPK. Sebelumnya, George sudah dijadwalkan diperiksa, namun sudah dua kali mangkir. George terakhir diagendakan diperiksa pada Kamis 29 September 2016 lalu.

Untuk informasi, KPK resmi menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang dalam persetujuan dan penerbitan SK IUP di wilayah Provinsi Sultra. Diduga, Gubernur Sultra 2008-2013 dan 2013-2018 itu melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan SK yang tidak sesuai aturan perundang-perundangan yang berlaku.

Selaku Gubernur Sultra, Nur Alam mengeluarkan tiga SK kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) dari tahun 2008-2014. Yakni, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan IUP Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi Menjadi IUP Operasi Produksi. Diduga ada kickback atau imbal jasa yang diterima Nur Alam dalam memberikan tiga SK tersebut.

Atas perbuatannya, KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

PT AHB diketahui merupakan perusahaan tambang yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Perusahaan tersebut melakukan kegiatan penambangan di bekas lahan konsensi PT Inco.

PT AHB juga diketahui berafiliasi dengan PT Billy Indonesia. Hasil tambang nikel oleh PT Billy Indonesia kemudian dijual kepada Richcorp International Limited, perusahaan yang berbasis di Hong Kong.

Perusahaan yang bergerak di bisnis tambang tersebut kemudian diduga mengirim uang sebesar US$ 4,5 juta atau sekitar Rp 60 miliar kepada Nur Alam lewat sebuah bank di Hong Kong.