Liputan6.com, Jakarta - Politikus senior Partai Golkar Akbar Tanjung menyesalkan adanya istilah akuisisi di dalam partai politik untuk mendapatkan keabsahan badan hukum di Kementerian Hukum dan HAM.
Pernyataan tersebut menanggapi adanya praktik akuisisi yang dilakukan sejumlah partai baru guna memenuhi persyaratan sebagai badan hukum yang sah.
"Sekarang partai sudah ada istilah akuisisi atau merger. Partai yang punya finansial bagus bisa mengakuisisi partai lain, agar dia diakui sebagai badan hukum dan bisa ikut pemilu," ujar Akbar Tandjung dalam diskusi terbuka di Akbar Tandjung Institute (ATI), Pancoran, Jakarta, Jumat, (11/11/2016).
Baca Juga
Dia menilai istilah akuisisi seolah memperjualbelikan partai politik itu sendiri, padahal istilah akuisisi lebih tepat digunakan dalam dunia bisnis.
Advertisement
"Sistem politik itu memang dimungkinkan karena memang terbuka dan demokratis. Tapi, mana mungkin istilah akuisisi diterapkan ke politik. Sama saja membeli atau menguasai," ucap mantan Ketua Umum PB HMI itu.
Akbar mengakui di era reformasi memang banyak partai baru yang muncul sebagai bagian dari aktivitas demokrasi.
Namun penggabungan atau fusi partai politik, menurut dia, tidak tepat jika diistilahkan sebagai praktik akuisisi yang memiliki makna menguasai.
Praktik akuisisi dilakukan sejumlah partai baru untuk memenuhi persyaratan sebagai badan hukum yang sah dari Kementerian Hukum dan HAM agar selanjutnya dapat mengikuti pemilu.
Salah satu partai yang berencana melakukan hal tersebut yaitu Partai Idaman yang dipimpin Rhoma Irama.
Rhoma bersama pengurusnya berencana mengakuisisi partai lama yang telah memiliki badan hukum, setelah sebelumnya dinyatakan tidak lolos persyaratan oleh Kemenkumham.
Praktik akuisisi juga dilakukan Partai Perindo yang dipimpin Hary Tanoesoedibjo terhadap partai lama yang telah berbadan hukum. Setelah diambil oleh Hary Tanoe, partai tersebut kemudian diubah menjadi Perindo.‎ Partai itu sebelumnya memang sudah berbadan hukum.