Sukses

Hotman Paris: Ikut Tax Amnesty, Kasus Mobile 8 Harus Dihentikan

Bukan hanya itu, dia juga menyinggung janji dari pemerintahan Presiden Joko Widodo saat meluncurkan program tax amnesty.

Liputan6.com, Jakarta - PT Mobile 8 Telecom melayangkan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas kasus yang diproses oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Kejagung menilai, PT Mobile 8 Telecom diduga memanipulasi transaksi penjualan produk telekomunikasi dalam hal ini telepon seluler dan voucher pulsa kepada distributor di Surabaya, PT Djaja Nusantara Komunikasi (PT DNK).

Namun, Hotman Paris Hutapea selaku kuasa hukum PT Mobile 8 Telecom dan PT DNK menyampaikan kekecewaan atas kasus yang menimpa kliennya tersebut. Menurut dia, kasus ini harus dihentikan karena yang bersangkutan sudah memohonkan tax amnesty atau pengampunan pajak dan sudah membayar uang tebusan.

"Kasus yang terkait Mobile 8 dan PT DNK harus dihentikan karena sudah ikut tax amnesty. Artinya, semua bukti harus dikembalikan dan tidak bisa digunakan sebagai barang bukti kasus pidana apa pun," ujar Hotman di PN Jakarta Selatan, Senin (14/11/2016).

Bukan hanya itu, dia juga menyinggung janji dari pemerintahan Presiden Joko Widodo saat meluncurkan program tax amnesty. Ia bahkan menganggap program tersebut akan gagal jika kasus ini dilanjutkan.

"Ini adalah test case pertama dari janji Presiden dan Jaksa Agung, Dirjen Pajak dan Menteri Keuangan yang berucap bahwa barang siapa yang ikut tax amnesty akan diampuni dan dilindungi. Jika kasus ini tetap dilanjutkan, maka program itu bisa dianggap gagal dilakukan, dan ini merugikan negara," tegas Hotman.

Sebelumnya, Kejagung menduga PT Mobile 8 Telecom pada Desember 2007 mengirim uang dengan nominal Rp 30 miliar dan Rp 50 miliar kepada PT DNK. Kemudian PT Mobile 8 Telecom membuat faktur pembayaran, meski PT DNK ternyata tidak pernah menerima barang dari PT Mobile 8 Telecom.

Pada medio 2008 lalu, PT DNK menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 Telecom yang nominalnya mencapai Rp 114 miliar. Faktur tersebut yang kemudian diduga digunakan untuk mengajukan kelebihan pembayaran pajak (restitusi pajak) kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Hingga 2009, PT Mobile 8 Telecom menerima pembayaran restitusi sebesar 10,7 miliar yang kemudian dinilai Kejagung sebagai bentuk kerugian negara.