Liputan6.com, Jakarta Penyelidikan kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terus dilakukan. Polri berencana menggelar perkara ini untuk menentukan ada tidaknya unsur pidana dalam ucapan Ahok terkait Almaidah ayat 51 yang disampaikan di Kepulauan Seribu.
Gelar perkara akan berlangsung secara terbuka terbatas di ruang rapat utama (rupatama) Mabes Polri, Jakarta Selatan. Acara akan dimulai sekitar pukul 09.00 WIB.
Baca Juga
Menurut Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dalam gelar perkara tersebut pihak pelapor maupun saksi ahli akan dihadirkan. Begitupun terlapor juga dengan saksi ahlinya. Mereka diundang. "Selain itu saksi ahli dari penyidik juga dihadirkan," kata Tito di Mako Brimob Mabes Polri, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Senin 14 November 2016.
Advertisement
Gelar perkara yang biasanya menghadirkan internal penyidik, kali ini dibuat terbuka. Pihak eksternal juga diundang dalam gelar perkara ini.
"Ada dari pihak netral Ombudsman, Kompolnas. Hanya mereka tidak berbicara. Mereka akan mengawasi. Penyelidikan itu tidak boleh terbuka, ini sifatnya memberi masukan, selesai," kata Tito.
20 Ahli Dihadirkan
Sebanyak 20 ahli akan diundang polisi untuk memberi keterangan dan kesaksiannya sesuai keahlian masing-masing. Mereka akan dimintai keterangan terkait kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
"Ada 20 (saksi ahli) didaftarkan sebagai undangan untuk hadir. Dari unsur internal Divisi Propam, Irwasum, Biro Wasidik, dan penyidik yang menangani," ucap Kadiv Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jakarta, Senin 14 November 2016.
Urutan acara gelar perkara kasus dugaan penistaan agama ini bakal berlangsung terbuka pada awalnya. Lalu, tertutup setelahnya. Boy menjelaskan, gelar perkara ini akan dipimpin langsung Kabareskrim Komjen Pol Ari Dono Sukmanto. Setelah itu, dipaparkan hasil penyelidikan.
"Tim akan paparkan apa yang diketahui berdasarkan aduan masyarakat. Kemudian masyarakat yang melaporkan juga diberi kesempatan untuk beri penjelasan yang dituangkan dalam LP," kata Boy.
Setelah tim Polri dan masyarakat yang mengadu menjelaskan apa yang mereka adukan, maka giliran para ahli yang hadir diberi kesempatan untuk memberi penjelasan sesuai perspektif masing-masing, baik di bidang agama, pidana, maupun bahasa.
"Hasil gelar perkara untuk merumuskan keputusan kesimpulan dalam penyelidikan apakah LP yang diterima penyidik, ada 11 (LP), layak dinaikkan statusnya jadi penyidikan. Paling cepat Rabu, paling lambat Kamis," ucap Boy.
Namun, Boy tak menjamin jika hasil gelar perkara itu membuat ormas-ormas dan beberapa pihak menjadi puas. Boy, menyerahkan sepenuhnya pada hasil gelar perkara.
Tak Ada Intervensi
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menegaskan tak akan mengintervensi apapun terhadap kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok ini. Semua pihak diminta untuk bersabar lantaran kasus itu telah diproses oleh pihak kepolisian.
Hal itu disampaikan berkali-kali oleh Jokowi dalam safari politiknya ke sejumlah partai pendukung maupun dalam pertemuan ulama dan ormas Islam. Penegasan terakhir kembali terdengar dari Ecovention, Ancol, Jakarta Utara saat ia menghadiri Silaturahmi Nasional Ulama Rakyat PKB.
"Berkaitan dengan Jakarta, (Kasus Ahok) sudah sejak awal saya tidak mau intervensi urusan hukum," ujar Jokowi, Sabtu 12 November 2016.
Jokowi meminta semua pihak percaya pada pihak kepolisian. Apalagi, saat ini kasus tersebut sudah diproses dengan baik oleh Bareskrim Polri lewat gelar perkara terbuka. Dan semua proses hukum itu butuh waktu yang tidak sebentar.
"Serahkan saja pada proses hukum. Ini kan sudah diproses. Sebelum demo kan sudah diproses. Saksi-saksi sudah ditanya, ahli sudah didatangkan. Tapi proses hukum itu butuh waktu," ujar dia.
Karenanya, Jokowi minta masyarakat bersabar dalam penanganan kasus dugaan penistaan agama ini. Masyarakat sekali lagi diminta untuk menyerahkan sepenuhnya dan mempercayakannya kepada kepolisian.
"Jadi mari kita tunggu hasil proses hukum itu seperti apa. Jangan aparat hukum kita paksa-paksa menyelesaikan, ndak. Karena itu sudah ada kok aturannya. Ketentuannya hukumnya juga sudah ada kok," kata mantan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta itu.