Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPR Komisi III Bidang Hukum, HAM, dan Keamanan Abdul Kadir Karding juga turut mengutuk pelemparan bom molotov di parkiran Gereja Oikumene Kelurahan Sengkotek, Loa Janan Ilir, Samarinda, Kalimantan Timur. Ia menilai, aksi tersebut sebagai teror yang keji.
"Apalagi, pelemparan bom molotov itu mengakibatkan korban pada anak-anak, dengan 1 orang di antaranya, balita 2,5 tahun, meninggal dunia akibat luka bakar yang parah," ujar Karding di Jakarta, Selasa (15/11/206).
Untuk itu, ia pun mendesak pemerintah dan juga DPR agar lebih serius lagi membahas Revisi Undang-undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Advertisement
Menurut Karding, pro kontra dan silang pendapat terkait HAM dalam pembahasan revisi UU Pemberantasan tindak pidana terorisme harus segera dicarikan titik temunya.
"Revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana terorisme harus dibahas secara serius. Tetap dengan menjunjung tinggi penghormatan terhadap prinsip-prisip HAM. Jangan biarkan aksi teror terulang kembali," ucap dia.
Karding menilai pelaku bom molotov di Samarinda tidak bergerak sendiri. Karena menurut Sekjen DPP PKB ini, pelaku yang bernama Juhanda bukanlah orang baru. Sebelumnya pernah terlibat kasus teror bom di Pusat Penelitian Pengetahuan dan Teknologi, Tangerang pada 2011.
"Polri harus bertindak cepat menangani kasus ini. Usut tuntas siapa saja yang terlibat dalam aksi ini, hingga ke dalangnya," tutur Karding.
Aksi teror yang dilakukan seorang residivis teror, lanjut dia, selain menunjukkan hukuman yang diberikan tidak memberikan efek jera, juga pertanda masih adanya jaringan yang memberikan dukungan dan komando untuk menjalankan aksinya.
"Selalu ada skenario dan ada yang menggerakkan. Terlihat faham betul dengan momen memperkeruh suasana," tutur dia.
Karena itu, Karding mendorong Polri tidak hanya menangkap pelaku di lapangan, tapi juga menelisiknya hingga ke otak yang menggerakan teror itu.