Liputan6.com, Jakarta Direktur Senior Lingkungan dan Sumber Daya Alam Bank Dunia, Julia Bucknall, mengapresiasi langkah pemerintah Indonesia dalam menekan kebakaran hutan dalam waktu terbilang singkat.
Menurut Bucknall, di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo koordinasi efektif dilakukan guna menurunkan angka kebakaran lahan dan hutan, khususnya lahan gambut.
"Hasilnya terlihat jelas. Pada tahun 2015, kebakaran hutan dan lahan mencapai 2,6 juta hektar. Sebanyak 35 persen di antaranya berasal dari lahan gambut. Pada tahun 2016, luas kebakaran menyusut hingga 88 persen dibanding tahun lalu, dan kebakaran di lahan gambut hanya 16 persen," kata Bucknall dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Selasa (15/11/2016).
Advertisement
Penyataan itu disampaikan Bucknaal dalam diskusi bertajuk 'Restorasi Gambut untuk Generasi Penerus: Kemitraan dan Investasi', di Marakes, Maroko, Jumat 11 November 2016.
Akibat kebakaran hutan pada tahun 2015, Bucknall melanjutkan, Indonesia menempati posisi tiga sebagai emiter gas rumah kaca.
"Kebakaran gambut tahun 2015 menempatkan Indonesia sebagai emiter gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia. Namun demikian, apa yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia selama waktu yang singkat, delapan bulan terakhir, sungguh luar biasa," Bucknall mengatakan.
Julia mengapresiasi berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah serta kerja sama yang baik dengan kelompok masyarakat sipil dan masyarakat lokal. Dukungan mitra internasional memainkan peran penting pula di sini.
Berdasarkan data riset The Center for International Forestry Research (CIFOR) menyebutkan, 880 mega ton emisi karbon dilepaskan akibat kebakaran hutan 2015.
Pada Januari 2016, Presiden Joko Widodo membentuk Badan Restorasi Gambut. Tugasnya adalah melakukan pemulihan ekosistem gambut terdegradasi seluas kurang lebih 2 juta hektar. Badan ini bekerja selama 5 tahun (2016-2020).
Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut (BRG), Myrna A. Safitri mengatakan selama 8 bulan terakhir. BRG telah menetapkan areal indikatif Restorasi gambut seluas 2,4 juta hektar. Sebanyak 1,4 juta ada di lahan konsesi.
"Restorasi Gambut di wilayah itu merupakan tanggung jawab pemegang konsesi, dengan supervisi dan monitoring BRG dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Selebihnya, pada areal 1 juta hektar adalah tanggung jawab pemerintah dengan membuka peluang bagi partisipasi masyarakat adat/lokal dan LSM," kata Myrna dalam keterangan tertulisnya.