Liputan6.com, Jakarta - Bareskrim Mabes Polri menetapkan Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai tersangka dalam kasus penistaan agama.
Terkait hal itu, Ketua Setara Institute Hendardi mengapresiasi langkah cepat Polri memproses kasus tersebut. Penetapan status tersangka juga menjadi bukti bahwa tudingan adanya intervensi Presiden Jokowi tidak benar.
"Putusan Polri menunjukkan bahwa Jokowi yang selama ini dituduh melindungi Ahok dan mengintervensi Polri sama sekali tidak terbukti," ujar Hendardi dalam keterangan pers yang diterima Liputan6.com, Kamis (17/11/2016).
Advertisement
Ia menjelaskan sebagai negara demokrasi, keputusan Polri sebagai institusi penegak hukum harus dihormati. Apalagi Polri telah menggelar proses hukum secara terbuka dan akuntabel dalam menangani perkara Ahok ini.
"Dengan putusan ini diharapkan demonstrasi anarkis yang rentan mengundang keterlibatan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab bisa dihentikan," ujar dia.
Menurut Hendardi, meski putusan ini dianggap sebagai kemunduran dalam kebebasan beragama dan berkeyakinan. Namun putusan Polri ini berkontribusi pada penguatan stabilitas politik dan keamanan negara.
"Karena secara pararel, putusan ini akan mencegah hadirnya kekuatan-kekuatan lain dengan agenda berbeda dari kelompok ulama yang memanfaatkan kemarahan publik atas Ahok, jika tidak ditetapkan menjadi tersangka," kata dia.
Kendati berstatus tersangka, Hendardi mengatakan Ahok tetap dapat mengikuti kontestasi pilkada hingga proses hukum selesai, meskipun statusnya tersangka. Sebab, tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
"Patut pula dipedomani asas presumption of innocence atau praduga tak bersalah hingga hakim memutus bersalah. Dengan demikian, penetapan tersangka bukan berarti seseorang telah dinyatakan bersalah," Hendardi menandaskan.