Liputan6.com, Jakarta - Bareskrim Polri menetapkan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama. Namun, hal ini belum membuat puas.
Sejumlah kelompok menuntut agar cagub DKI nomor urut 2 itu ditahan. Ini merujuk kejadian serupa yang menimpa sejumlah orang di masa lalu.
Terkait hal itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin punya pandangan lain. Dia menilai era sekarang tak bisa dilakukan seperti itu.
Advertisement
"Kasusnya Ahok, kita berada di era seperti sekarang. Aturan regulasi hukumnya berbeda dengan rezim lalu (orde baru)," ucap Menteri Lukman di Kantor Menko Polhukam, Jakarta, Senin (21/11/2016).
Kasus dugaan penistaan agama yang pernah menjerat Permadi, HB Yasin dan Arswendo semua terjadi pada rezim orde baru (orba) di mana kekuasaan melekat dengan hukum. "Ketika itu ada undang-undang subversif yang masih berlaku," ucap dia.
Menurut dia, UU subversif itu penguasa bisa melakukan apa saja yang dihendaki. Sementara sekarang UU subversif sudah tidak ada, karena Mahkamah Konstitusi sudah review atas UU tersebut.
"Kehidupan sekarang semakin transparan dan kekuasaan tak lagi memusat di tangan Presiden, baik sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Kekuasaan sudah di pisah-pisah sesuai dengan konstitusi kita sehingga proses hukum tidak persis dengan proses hukum pemerintahan lalu," kata Lukman.
Karenanya, ketika ada tuntutan harus ditangkap dan sebagainya, polisi tidak bisa serta merta memenuhi aspirasi masyarakat.
"Tentu dalam cermatan saya, boleh jadi saya salah, tapi Polisi tentu tidak bisa begitu saja memenuhi aspirasi masyarakat yang luar biasa untuk segera menangkap Ahok. Karena hukum bekerja, dunia juga kan mengamati proses hukum itu," ungkap dia.
Karenanya, menurut dia, diperlukan kearifan, kedewasaan kita untuk sepakat mengawasi proses hukum. Sehingga menimbulkan rasa keadilan.
"Mudah-mudahan pada akhirnya proses hukum benar- benar memenuhi rasa keadilan kita semua. Jadi inilah mudah-mudahan inilah yang bsa dicapai," kata Lukman.