Liputan6.com, Jakarta - Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dijadwalkan bakal diperiksa penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. Ia akan diperiksa sebagai tersangka atas kasus dugaan penistaan agama pada Selasa (22/11/2016) pagi ini.
"Sesuai dengan jadwal, besok Pak Basuki Tjahaja Purnama akan diperiksa pertama kali sebagai tersangka," ucap Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Pol Boy Rafli Amar di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin, 21 November 2016.
Boy mengungkapkan, pemeriksaan terhadap Ahok akan dilakukan di Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan. Sesuai jadwal, pemeriksaan akan dimulai sekitar pukul 09.00 WIB.
"Kan Pak Kabareskrim ada kantornya juga di sini," ucap Boy.
Advertisement
Baca Juga
Bareskrim Polri telah melakukan gelar perkara dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok. Hasilnya, Bareskrim menetapkan Ahok sebagai tersangka kasus penistaan agama.
"Meskipun tidak bulat, perkara ini harus diselesaikan di peradilan yang terbuka. Konsekuensinya akan ditingkatkan ke proses penyidikan dengan menetapkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai tersangka," kata Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Ari Dono Sukmanto di Mabes Polri, Jakarta, Rabu, 16 November 2016.
Berkas Perkara Segera Rampung
Adapun Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian memastikan, berkas perkara dugaan penistaan agama dengan tersangka Basuki Tjahaja Purnama akan segera rampung.
Hal ini diungkapkan Tito saat menyampaikan keterangan pers di Kompleks Mabes Polri, Jakarta.
"Saya ingin menekankan bahwa proses hukum terhadap Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, sudah menuju tahap akhir," kata Tito, Senin, 21 November 2016.
Dia menargetkan kepada para penyidiknya untuk melengkapi berkas tidak lebih dari dua pekan. Dengan demikian, berkas perkara bisa langsung diserahkan ke Kejaksaan Agung untuk diteliti lebih lanjut.
"Paling tidak dua minggu lagi akan diserahkan ke kejaksaan," Tito menambahkan.
Rupanya, banyak pertimbangan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian sebelum memutuskan melanjutkan kasus itu.
Dilematis
Tito menjelaskan, laporan atas kasus itu mulai berdatangan sejak 6 Oktober 2016. Sejak saat itu, datang 14 laporan yang sama di Mabes Polri. Melihat laporan itu, Tito pun berada dalam kondisi dilematis pada kasus ini.
"Ini dilematis, adanya aturan internal Polri yang keluar pada tahun 2013 dan 2015. Kasus yang berkenaan dengan pasangan calon pilkada agar tetap netral dan tidak dijadikan alat politik agar ditunda setelah pilkada," Tito menjelaskan.
Memang selama ini, laporan yang datang ke kepolisan dan ditujukan kepada calon kepala daerah tertentu kerap dijadikan alat untuk menjegal. Namun, polisi juga tidak berbuat apa-apa selain meneruskan kasus bila bukti mencukupi.
Sebelum memutuskan untuk melanjutkan atau tidak kasus ini, Tito memanggil jajarannya. Semua pendapat didengarkan. Sampai akhirnya diputuskan untuk melanjutkan kasus ini.
"Ini bukan tanpa risiko. Sekali menggulirkan ini 100 pilkada lainnya menggunakan tangan polisi untuk menjegal, mau enggak mau diproses semua, bukan tanpa risiko. Di Jakarta pun kalau ada laporan 2 pasangan lainnya saya juga proses, ini persamaan di muka hukum," Tito menerangkan.
Tim penyidik langsung dibuat. Tak kurang dari 27 orang bergabung dalam tim itu. Semua melakukan pemeriksaan terhadap 14 laporan yang masuk.
Tim juga datang langsung ke berbagai daerah untuk meminta keterangan kepada beberapa saksi, termasuk ahli agama dan ahli bahasa.
"Sehingga satu bulan 69 saksi pelapor, saksi ahli, terlapor termasuk Basuki Tjahaja Purnama dua kali kita periksa, pertama datang sendiri kedua kita panggil," imbuh mantan Kepala BNPT itu.
Dalam pemeriksaan, saksi ahli pun terbelah dalam menjelaskan kasus ini. Ada 30 saksi yang memiliki pandangan berbeda. Akhirnya muncul rencana gelar perkara terbuka. Dilema lain pun muncul.
Gelar Perkara
"Kita putuskan gelarnya buka aja tadinya mau live biar semua orang tahu. Dikritik ahli hukum karena produk penyelidikan tidak boleh terbuka. Polri hanya menyiapkan berkas ke jaksa, jaksa lalu ke pengadilan. Di sanalah baru debat," Tito membeberkan.
Sehari sebelum penetapan tersangka, jajaran penyidik kemudian menghadap Tito. Dari situ diketahui ada dissenting opinion, tapi itu wajar dalam dunia hukum. Akhirnya diputuskan dinaikkan statusnya menjadi penyidikan dan Ahok ditetapkan sebagai tersangka.
Tito sempat mendengar kekhawatiran dari beberapa penyidik soal keputusan menetapkan Ahok sebagai tersangka. Pasti ada yang marah dan tidak suka dengan penetapan ini.
"Pasti ada yang dirugikan dan diuntungkan, pro kontra. Sudah kita kembalikan saja demi bangsa masyarakat. Kita bismillah apa pun risiko kita tanggung. Naikkan penyidikan, tetapkan tersangka, lakukan pencegahan jangan sampai ada apa-apa kemudian hari. Berkas segera kita selesaikan, segera kita serahkan ke kejaksaan," ucap Tito.
2 Alasan Ahok Tidak Ditahan
Tiga hari lalu, Kapolri Tito Karnavian memanfaatkan silaturahmi ke Majelis Taklim Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsy untuk memberi pencerahan kepada jemaah, terkait perkembangan kasus Ahok. Terutama, pertanyaan masyarakat soal langkah Polri tidak menahan Ahok.
Tito menjelaskan, aturan di kepolisian menyebutkan ada dua faktor yang bisa menyebabkan seseorang ditahan, yaitu faktor objektif dan subjektif.
Dari objektivitas, seluruh saksi ahli yang diperiksa tidak bulat dalam memberikan keterangan kepada kepolisian. Di sisi lain, penyidik pun tidak bulat dalam memutuskan kasus Ahok ini.
"Itu objek utama. Dalam kasus ini, saksi ahli terjadi perbedaan pendapat. Kedua penyelidikan penyidikan belum bulat," kata Tito di Kwitang, Jakarta Pusat, Minggu, 20 November 2016.
Dari sisi subjektivitas, Polri bisa melihat dari tiga faktor. Alasan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatan.
"Kita lihat cukup kooperatif, dia belum dipanggil sudah datang, dipanggil resmi datang. Kedua dia ikut pilkada, melarikan diri habis rugi sendiri. Tapi penyidik tidak mau ambil risiko, makanya saya tambah cegah ke luar negeri," Tito menjelaskan.
Barang Bukti
Terkait barang bukti, kepolisian sudah berhasil menemukan barang bukti utama berupa rekaman video. Rekaman yang didapat juga bukan diambil dari YouTube atau sosial media lainnya.
"Saya perintahkan, ambil segera video asli sebelum barang itu hilang. Akhirnya penyidik datang ke pemda, dapat lalu dibawa ke forensik. Saya tanya asli? Asli pak," Tito menambahkan.
Faktor mengulangi perbuatan juga dinilai belum cukup memenuhi unsur. Polisi menilai Ahok belum ada upaya mengulangi perbuatannya. "Sementara kita tidak lakukan penahanan," Kapolri Tito memungkasi.
Bareskrim Mabes Polri telah melakukan gelar perkara secara terbuka kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok pada Senin, 15 November 2016. Sehari kemudian, hasil gelar perkara diumumkan. Polisi menetapkan Ahok sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama.
Ahok disangkakan Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama dengan ancaman pidana lima tahun penjara. Pasal 28 ayat 2 UU ITE tentang penyebaran informasi yang menimbulkan kebencian di masyarakat, juga disangkakan ke Ahok. Lalu, Ahok dicegah bepergian ke luar negeri.
Kini, publik tentu menantikan hasil pemeriksaan perdana Bareskrim Polri terhadap Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama.