Sukses

Belajar Demokrasi dan Toleransi ala Gubernur Bali

Dengan konsep 'Menyama Braya,' lanjut dia, bisa menjadi perekat antarumat beragama dan saling menjaga kedamaian di Bali.

Liputan6.com, Jakarta - Jelang aksi massa pada 25 November dan 2 Desember 2016, beragam isu menyeruak seolah ingin merobek toleransi dan demokrasi yang ada di Indonesia. Bahkan, sempat berhembus upaya makar pada aksi lanjutan.

Gubernur Bali, Made Mangku Pastika angkat bicara. Dia berpesan agar bangsa Indonesia menggunakan filosofi yang sudah melekat di masyarakat Bali untuk merekatkan kerukunan.

"Kalau di Bali, itu sangat mendarah daging. Toleransi damai, menjaga persaudaraan. Kalau gunakan filosofi Bali itu, kita bilang semua orang di Bali, ya orang Bali. 'Menyama Braya' (semua bersaudara) tidak ada sekat. Jadi orang Islam, kita sebut Nyama Selam. Yang artinya itu saudaraku yang beragama Islam," ucap Pastika, di Kemendagri Jakarta, Kamis (24/11/2016).

Dengan konsep 'Menyama Braya,' lanjut dia, bisa menjadi perekat antarumat beragama dan saling menjaga kedamaian di Bali. Karena itu, lanjut dia, ini bisa menjadi contoh.

"Konsep itu (Menyama Braya) perekat dan kedamaian toleransi di Bali. Ini bisa jadi contoh," tandas Pastika.

Tak lupa, ia berpesan kepada massa yang akan menggelar aksi pada 25 November dan 2 Desember 2016, hendaknya selalu menjaga persaudaraan dan NKRI.

"Jagalah persatuan kita, persaudaraan kita. NKRI itu mahal. Jangan dirusak," Pastika memungkas.